Liputan6.com, Canberra - Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menegaskan, Myanmar harus mengizinkan penyelidikan independen mengenai pelanggaran HAM terhadap warga Muslim Rohingya sebelum memulangkan mereka dari Bangladesh.
Hampir 700Â ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari tindakan bumi hangus yang dilakukan tentara dan warga Myanmar, menyebabkan mereka mencari perlindungan di Bangladesh.
Dikutip dari laman AustralianPlus Indonesia, Selasa (1/5/2018), ada laporan yang konsisten tentang pembunuhan, perkosaan dan pembakaran sistematis yang menargetkan desa-desa Muslim, menyebabkan PBB menyebutnya sebagai "pembersihan etnis".
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah Myanmar mengatakan, kekerasan tersebut merupakan respons yang sah atas serangan militan Rohingya pada Agustus lalu.
Terlepas dari penghancuran yang disponsori negara dan kondisi apartheid bagi warga Rohingya di Myanmar, pemerintah negara itu bermaksud memulai pemeriksaan dan pemulangan mereka dari Bangladesh.
Menanggapi hal ini Menlu Julie Bishop mengatakan, pihaknya menghendaki jaminan keamanan bagi para pengungsi.
"Sama seperti saya meinginkan warga Rohingya untuk kembali, mereka harus punya tempat aman dan terlindung untuk kembali. Saya kira Myanmar belum bisa memberikan bukti yang dapat dipercaya bahwa hal itu akan tersedia bagi para pengungsi," kata Menlu Bishop.
Tim beranggotakan 15 orang dari Dewan Keamanan PBB pada hari Minggu mendatangi kamp-kamp pengungsi di Bangladesh. Hari ini mereka dijadwalkan ke Myanmar untuk bertemu Aung San Suu Kyi.
"Kami menyambut para anggota Dewan Keamanan PBB di sini," kata pengungsi Rohingya, Noor Ahmed.
"Kami menuntut mereka memastikan kewarganegaraan kami. Hak asasi kami harus dijamin. Tanpa itu tidak mungkin bagi kami untuk kembali," katanya.
Pada hari Selasa, tim DK PBB akan mengunjungi ibu kota negara bagian Rakhine, Sittwe, namun tidak akan mengunjungi zona konflik lebih jauh ke utara.
Meski kunjungan DK PBB sedikit mencerminkan mencairnya hubungan lembaga dunia dengan Myanmar, kunjungan memiliki keterbatasan waktu dan akses untuk menilai situasi.
Pemerintahan Suu Kyi memblokir akses ke tim investigasi PBB terpisah. Hingga kini, wilayah utara negara bagian Rakhine tetap terlarang bagi jurnalis, kecuali tur pers yang diatur ketat.
"Kami menyerukan diakhirinya kekerasan, diberikannya akses kemanusiaan penuh dan tanpa hambatan serta akuntabilitas penuh dan transparan atas pelanggaran HAM Rohingya yang kita pahami telah terjadi," kata Menlu Bishop.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tambahan Bantuan Australia
Australia mengumumkan akan memberikan bantuan tambahan sebesar 15 juta dolar Australia untuk menangani krisis Rohingya.
"Bantuan ini untuk makanan, tempat tinggal dan layanan kesehatan menjelang musim penghujan," kata Menlu Bishop.
"Beras untuk 700 ribu orang, bubur bergizi tinggi bagi anak-anak -- sekitar 100.000 anak di bawah usia 5 tahun -- dan juga bagi wanita menyusui," jelasnya.
Dana tersebut juga akan digunakan bagi dukungan perlindungan anak, serta layanan konseling bagi perempuan dan anak perempuan yang selamat dari kekerasan berbasis gender.
Menlu Bishop mengatakan dana bantuan akan disalurkan kepada organisasi termasuk Program Pangan Dunia, Organisasi Internasional untuk Migrasi dan badan pengungsi PBB.
Komitmen ini menjadika total bantuan Australia untuk penanganan pengungsi Rohingya menjadi 46,5 juta dolar Australia (sekitar Rp 465 miliar).
Namun, Australia tidak mengikuti jejak Inggris yang menangguhkan kerja sama militer dengan Myanmar yang dituduh mendalangi pembersihan etnis.
Advertisement