Liputan6.com, Washington DC - Apakah benar gula adalah musuh bagi kesehatan? Banyak orang mempertanyakan hal ini karena masih awamnya pengertian tentang apa dan bagaimana gula seharusnya dikonsumsi.
Menurut WHO, gula adalalah salah satu sumber pangan yang penting bagi tubuh, tapi juga berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih. Lalu, gula seperti apa yang baik untuk dikonsumsi?
Dikutip NBC News pada Senin (30/4/2018), dari semua jenis gula memiliki kadar kebaikannya masing-masing. Gula alami misalnya, terdiri dari fruktosa dan laktosa yang dapat ditemuikan pada buah dan sayuran.
Advertisement
Menariknya, selain gula, buah dan sayuran juga mengandung vitamin, mineral, dan serat yang akan berpadu baik dalam memberikan kondisi metabolisme tubuh yang prima.
Namun, untuk beberapa buah dan sayuran tinggi gula, seperti contoh jeruk dan bawang merah, dapat memicu naiknya asam lambung yang berujung pada nyeri lambung jika dikonsumsi secara berlebihan.
Baca Juga
Sementara itu, gula buatan, seperti gula rafinasi dan pemanis makanan, jelas sangat berbahaya bagi tubuh apabila dikonsumsi melebihi takaran. Selain memicu diabetes, kelebihan konsumsi gula juga berisiko sebabkan serangan jantung dan stroke.
WHO merekomendasikan konsumsi gula kurang dari 10 persen asupan energi harian. Lebih baik lagi jika konsumsi gula buatan kurang dari 5 persen, di mana berarti turut memperkecil risiko diabetes.
Baik gula asli maupun buatan, tetap memiliki standar konsumsi yang disarankan oleh banyak lembaga kesehatan dunia. WHO dan FDA misalnya, menyarankan tambahan gula maksimum yang berbeda antara pria dan wanita.
Disebutkan bahwa pria idealnya mendapat tambahan gula maksimal sebesar 36 gram per hari, sedangkan wanita mendapat gula sebanyak 24 gram per hari.
Sekadar informasi bahwa rata-rata konsumsi gula di dunia adalah 88 gram per orang setiap harinya.
Â
Simak video pilihan berikut:
Â
Air Gula Lebih Berkhasiat dari Minuman Energi
Sementara itu, menurut studi terbaru dari kelompok riset asal Inggris, menyeduh gula dalam air cukup untuk mengurangi rasa lelah setelah kegiatan olahraga.
Dikutip Science Alert, periset dari University of Bath menguji efek pada minuman yang mengandung glukosa dan sukrosa pada atlet sepeda balap jarak jauh. Pengujian ini bertujuan membandingkan seberapa ampuh kedua jenis minuman dalam menghindari penurunan kadar karbohidrat dalam level glycogen dalam liver.
"Karbohidrat yang tersimpan dalam lever penting dalam olahraga daya tahan, zat ini membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil," ungkap pemimpin riset Javier Gonzalez.
"Bagaimanapun, walau kita memiliki pengertian yang cukup baik dalam mengerti perubahan karbohidrat yang disimpan dalam otot dengan olahraga dan gizi, kita tak banyak mengetahui mengenai pengoptimalan karbohidrat yang disimpan dalam liver selama dan sesudah berolahraga," ujarnya.
Baik sukrosa atau glukosa merupakan zat yang selama ini kita kenal dengan nama "gula" dan selalu dilibatkan dalam membuat kue, atau menyajikan teh dan kopi. Zat ini cepat diserap tubuh untuk menghasilkan energi.
Bagaimanapun, mengenai molekulnya, kedua zat itu berbeda. Glukosa maupun fruktosa merupakan monosaccharide. Ketika keduanya digabungkan, terbentuklah sukrosa, yang diklasifikasikan sebagai disaccharide.
Banyak minuman energi menggunakan sukrosa, beberapa menggunakan campuran glukosa dan fruktosa, beberapa hanya menggunakan glukosa. Pada lidah manusia, keduanya memilki rasa yang sama, tetapi ketika sudah dicerna tubuh, perbedaannya jadi lebih kentara.
Struktur molekul pada kedua jenis gula memengaruhi cepat lambatnya zat diproses, sukrosa lebih cepat diserap. Artinya, minuman energi yang hanya mengandung glukosa bisa mengakibatkan gangguan pada perut.
Â
Â
Advertisement