Liputan6.com, Sydney - Prancis dan Australia dapat menjadi jantung poros Indo-Pasifik baru, yang mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan komitmen bersama. Hal tersebut disampaikan Presiden Prancis Emmanuel Macron (40) di Sydney pada hari Rabu, 2 April kemarin.
Namun di lain sisi, presiden Prancis itu menekankan bahwa kehadiran negaranya di Pasifik tidak bertentangan dengan China. Ia justru mengaku menyambut baik kenaikan ekonomi dan geopolitik Tiongkok.
Dalam kesempatan yang sama, Macron mengatakan, negaranya tetap ingin menjadi "kekuatan Pasifik".
Advertisement
Macron menerangkan bahwa ia ingin menciptakan "poros Indo-Pasifik yang kuat untuk membangun kepentingan ekonomi serta kepentingan keamanan kita".
"Saya sangat ingin Prancis, diingat sebagai anggota terakhir Uni Eropa yang hadir di Pasifik setelah Brexit ... untuk menjadi jantung dari proyek ini. Wilayah ini sangat penting bagi stabilitas dunia," kata Macron dalam konferensi persnya bersama dengan PM Australia Malcolm Turnbull seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (3/5/2018).
Sementara itu, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menggambarkan Prancis sebagai sebuah "kekuatan Samudra Pasifik", yang ditempatkan dengan baik untuk bekerja dengan Australia dalam mengejar tujuan bersama.
"Kami berbagai visi tentang sebuah Indo-Pasifik yang bebas, terbuka, makmur, dan kami akan bekerja sama untuk mewujudkannya. Apakah itu kerja sama yang lebih erat pada kegiatan maritim, dukungan bagi teman-teman kami di Pasifik melalui bantuan kemanusiaan dan bencana, atau dukungan untuk infrastruktur di kawasan," terang PM Turnbull.
Baca Juga
Prancis dan Australia dilaporkan menandatangani sejumlah perjanjian pada hari Rabu. Di antaranya kerja sama dalam memerangi terorisme dunia maya, kerja sama pertahanan, komputasi kuantum, dan adaptasi dan ketahanan perubahan iklim.
Perusahaan industri pertahanan laut Prancis, DCNS, telah menantangani kontrak senilai US$ 50 miliar untuk membangun 12 kapal selam non-nuklir canggih bagi Australia.
Dari Australia, Macron akan bertolak ke Kaledonia Baru, yang akan melaksanakan referendum kemerdekaan dari Prancis pada akhir tahun 2018.
Pengaruh China di Asia Pasifik
Pengaruh Cina yang kian meluas di seluruh Asia Pasifik, khususnya manifestasi militer dari pangkalan-pangkalan yang dibangun di atas atol di Laut Cina Selatan adalah kekhawatiran yang semakin besar bagi kekuatan-kekuatan Barat.
Bulan lalu, kapal Angkatan Laut China diketahui menantang tiga kapal perang Australia yang berlayar melintasi kawasan Laut China Selatan.
Di lain sisi, The Guardian menyebutkan, terdapat laporan-laporan kredibel tentang niat China untuk membangun pangkalan Angkatan Laut di Vanuatu -- meskipun kabar ini dibantah oleh kedua belah pihak.
Tetapi baik Macron dan Turnbull mengatakan kerja sama mereka di Pasifik bukanlah yang dibuat sebagai reaksi atau penentangan terhadap pengaruh China yang semakin meningkat.
"Tidak ada yang menentang China secara berhadap-hadapan, pun sebagai reaksi terhadap kebangkitan Chna," kata Macron yang sebagian besar bicara dalam Bahasa Inggris. "Saya pikir kebangkitan China adalah berita yang sangat baik untuk semua orang karena itu bagus untuk China sendiri".
Namun kedua pemimpin menekankan perlunya semua negara di kawasan itu untuk mematuhi "aturan berasaskan komitmen bersama".
"Kebangkitan ekonomi, pertumbuhan, telah dimungkinkan oleh aturan berbasis komitmen bersama di wilayah kita," kata Turnbull. "Kedamaian dan keharmonisan yang relevan di kawasan kita telah dimungkinkan oleh ketaatan pada aturan hukum".
Mengutip pepatah Cina yang sering dikutip oleh mantan perdana menteri Singapura Lee Kuan Yew, Turnbull mengatakan bahwa tatanan Indo-Pasifik tidak boleh direduksi menjadi satu tempat di mana "ikan besar memakan ikan kecil dan ikan kecil memakan udang".
Dalam pidatonya, Macron menantang Australia untuk berbuat lebih banyak demi mengatasi perubahan iklim.
Selama pidato di Gedung Opera Sydney Selasa malam, ia meminta Turnbull untuk menunjukkan "kekuatan keyakinan" dan menampilkan keberanian dalam menghadapi perubahan iklim, meskipun ada hambatan ideologis yang ia hadapi di ruang partainya.
"Saya sepenuhnya menyadari perdebatan politik dan ekonomi seputar masalah ini di negara Anda, dan saya menghormati ini," ungkap Macron. "Tapi saya rasa pemimpin yang sebenarnya adalah mereka yang dapat menghormati kepentingan yang ada, tetapi pada saat yang sama memutuskan untuk berpartisipasi pada sesuatu yang lebih luas, untuk sesuatu yang lebih strategis."
Advertisement