Sukses

Pidato Donald Trump Soal Senjata Api Picu Kemarahan Prancis dan Inggris

Prancis mengecam komentar Donald Trump soal senjata api yang mengaitkan dengan serangan teror Paris 13 November 2015.

Liputan6.com, Washington, DC - Pidato Presiden AS Donald Trump di depan National Rifle Association atau NRA memicu kemarahan di Prancis dan Inggris.

Pasalnya, suami Melania itu mengatakan peraturan senjata yang longgar gagal mencegah serangan mematikan di Paris pada 2015 dan mengaitkan gelombang kejahatan menggunakan pisau di London dengan larangan pemilikan senjata api.

Dalam pidatonya di depan National Rifle Association atau Asosiasi Senapan Nasional, NRA pada Jumat, Trump mencontohkan penembakan di Paris dan mengatakan, jika warga sipil dipersenjatai "ceritanya akan berbeda."

"Mereka memiliki banyak waktu dan menembak korban satu per satu - boom, kemarilah, boom, datang ke sini, boom," kata Trump menirukan pelaku penembakan Prancis.

Kantor berita Inggris, dikutip VOA Indonesia pada Senin (6/5/2018), melaporkan Pemerintah Prancis mengeluarkan kritik paling keras terhadap Trump sejak ia menjabat, walaupun Presiden Emmanuel Macron berusaha menjalin hubungan bilateral setelah mengadakan kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat belum lama ini.

"Prancis tidak senang terhadap komentar-komentar Presiden Trump tentang serangan di Paris pada 13 November 2015 dan menuntut agar kenangan para korban dihormati," kata Kementerian Luar Negeri Prancis dalam sebuah pernyataan.

"Setiap negara dengan bebas memutuskan hukumnya sendiri tentang senjata api. Prancis bangga menjadi negara di mana memiliki dan membawa senjata api diatur secara ketat."

Dikutip dari CNN, mantan Presiden Prancis Francois Hollande yang menjabat saat serangan berlangsung mengatakan, "Pernyataan Donald Trump yang memalukan dan tak menghargai sejarah itu sangat tidak pada tempatnya. Dia mengatakan banyak hal tentang apa yang dia pikirkan tentang Prancis dan nilai-nilainya. Doa dan pikiran saya ke para korban 13 November."

Politisi Prancis lainnya termasuk Wali Kota Paris menanggapi komentar Donald Trump, setelah ia menirukan pembantaian oleh teroris di ruang konser Bataclan Paris yang menewaskan 90 dari 130 korban itu.

Grup band U2 Bono, Adam Clayton , Larry Mullen Jr  dan The Edge mengamati sejumlah karangan bunga di trotoar di depan gedung pertunjukan Bataclan Theatre, salah satu tempat serangan teroris di Paris, Perancis, Sabtu (14/11). (AFP PHOTO / FRANCK FIFE)

Sementara itu, Donald Trump juga membandingkan rumah sakit London yang tidak disebutkan namanya dengan "zona perang" dalam pidato NRA, mengatakan bahwa meskipun ada undang-undang senjata berat di Inggris, rumah sakit memiliki darah di seluruh lantai dari korban serangan pisau.

"Mereka tidak memiliki senjata. Mereka memiliki pisau dan sebaliknya ada darah di seluruh lantai rumah sakit itu," kata Trump.

"Mereka mengatakan itu seburuk rumah sakit perang militer ... pisau, pisau, pisau. London mulai terbiasa dengan serangan pisau. Itu cukup sulit."

Pejabat Inggris tidak mengeluarkan pernyataan apa pun. Kantor Walikota London Sadiq Khan menolak berkomentar kepada CNN menyusul pernyataan Donald Trump.

Namun mantan menteri kabinet Inggris Charlie Falconer berkicau menyentil Donald Trump, "tingkat pembunuhan AS 5 kali lebih tinggi dari Inggris. Tidak ada orang di seluruh dunia (dengan kemungkinan pengecualian seorang Presiden AS, dan dia mungkin berbohong) yang percaya cara untuk mengurangi tingkat pembunuhan adalah dengan lebih mudah mendapatkan senjata."

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Komentar Dokter Inggris 

Tidak jelas rumah sakit mana yang dimaksud, tetapi BBC melaporkan bahwa seorang ahli bedah trauma di Rumah Sakit Royal London, Dr. Martin Griffiths, baru-baru ini mengatakan kepada BBC bahwa rekan-rekan dokternya membandingkan rumah sakit itu dengan zona perang Afghanistan.

Di tengah kehebohan atas komentar Trump, Griffiths berkicau, "Senang mengundang Tuan Trump ke rumah sakit saya (yang bergengsi) untuk bertemu dengan walikota dan komisaris polisi kami untuk membahas keberhasilan kami dalam pengurangan kekerasan di London."

Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara melalui telepon hari Sabtu. Menurut Gedung Putih, mereka membahas perdagangan China, Korea Utara, Iran, dan kunjungan Trump yang akan datang ke Inggris. Tidak diketahui apakah mereka berbicara tentang pernyataan Trump di depan NRA.