Sukses

Komunikasi jadi 'Kunci' Penanganan WNI Terancam Hukuman Mati

Kemlu RI dan Dubes Arab Saudi mengatakan bahwa rajut komunikasi dua negara merupakan faktor penting dalam penanganan WNI yang terancam hukuman mati. Kenapa?

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI dan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta menegaskan, rajut komunikasi antara dua negara merupakan 'kunci' atau faktor penting dalam penanganan WNI atau TKI yang terancam hukuman mati (qisas) di Negeri Petrodollar.

Kedua pihak juga menekankan, aspek komunikasi harus terus diperkuat agar insiden seperti almarhum TKI Zaini Misrin tak terulang kembali.

Zaini Misrin, TKI asal Bangkalan Madura, dieksekusi mati oleh peradilan Arab Saudi pada 18 Maret 2018. Pemerintah dan publik Tanah Air menyayangkan tindakan tersebut, karena dilakukan tanpa memberikan notifikasi diplomatik-kekonsuleran terlebih dahulu kepada pemerintah RI.

Eksekusi mati terhadap Zaini pun dilakukan ketika pihak pengacara dan diplomat Indonesia di Saudi tengah proses pengupayaan peninjauan kembali serta pembelaan hukum lanjutan terhadap pria Madura tersebut.

Peristiwa itu pun menuai protes dari pemerintah dan publik di Tanah Air terhadap Arab Saudi.

Mengantisipasi agar hal tersebut tak terulang kembali, Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia menjamin akan melakukan semua langkah hukum dan diplomatik yang diperlukan dalam penanganan kasus WNI atau TKI yang terancam hukuman mati di kemudian hari.

"Arab Saudi akan mematuhi seluruh prinsip-prinsip diplomasi dan mengikuti ketentuan hukum untuk kasus TKI yang terancam hukuman mati di negara kami," kata Dubes Osama bin Muhammad Al Shuaibi di Kedutaan Saudi di Jakarta, Senin (7/5/2018).

"Kami juga akan terus mengikuti segala ketentuan yang ada, termasuk berkomunikasi dan memberikan notifikasi kepada pemerintah Indonesia, jika ada warga negaranya yang terancam hukuman mati di kemudian hari."

Pihak Kementerian Luar Negeri RI juga mengutarakan hal senada.

"Ke depannya, untuk kasus-kasus TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, kedua negara akan terus meningkatkan lagi intensitas komunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan," kata Kasubdit Kawasan II Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kemlu RI, Arief Hidayat dalam kesempatan yang sama.

"Intensitas komunikasi itu harus ditingkatkan mulai dari pelaksana teknis di lapangan sampai ke tataran kepala negara kalau perlu, supaya situasi seperti kasus yang lalu tidak terulang," lanjut Arief.

Pada waktu dan kesempatan yang terpisah, Direktur PWNI-BHI Kemlu RI Lalu Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa saat ini, ada 20 WNI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.

Namun, dari total seluruhnya, ada dua WNI yang berstatus di ujung tanduk menunggu hukuman mati di Arab Saudi.

Mereka adalah Eti binti Toyib Anwar dan Tuti Tursilawati, tenaga kerja Indonesia asal Majalengka, Jawa Barat.

Kabar itu telah mencuat sejak beberapa tahun silam. Namun kini kembali menghangat, menyusul langkah Saudi mengeksekusi mati Zaini Misrin pada Minggu, 18 Maret 2018 lalu.

Kendati demikian hingga saat ini, Iqbal dan Arief menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia masih terus mengupayakan beragam langkah agar seluruh WNI dan TKI itu dapat terhindar dari hukuman mati di Arab Saudi dan mencegah kondisi serupa seperti yang menimpa almarhum Zaini terulang kembali.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

2 dari 2 halaman

TKI Masamah Terbebas Dari Hukuman Mati di Arab Saudi

Di sisi lain, ada satu WNI yang berhasil terbebas dari jerat hukuman mati di Arab Saudi. Ia adalah Masamah binti Raswa Sanusi, TKI asal Desa Buntet, Cirebon.

Masamah sempat menjalani vonis pidana penjara di Tabuk, kala ia menjalani proses hukum kasus penghilangan nyawa bayi majikannya pada Februari 2009 silam. Pengadilan juga sempat menjatuhkan vonis hukuman mati kepada perempuan itu. Namun, hukuman mati dibatalkan atas permintaan pihak ahli waris korban.

Pada persidangan 13 Maret 2017, ayah korban, Ghalib Al Blewi memaafkan perbuatan Masamah sambil terisak meneteskan air mata.

"Di tengah persidangan, ayah korban memaafkan Masamah dan tidak menuntut uang diyat," kata Hery.

Menurut ketentuan hukum di Arab Saudi, pelaku kasus pembunuhan yang didakwa qisas hanya bisa terbebas dari hukuman itu jika mendapatkan pemaafan dari para ahli waris korban.

Masamah sendiri sedari awal membantah dakwaan membunuh anak majikannya

"Saya sama sekali tidak membunuh Marwah (korban). Waktu kejadian itu, saya tinggalkan Marwah sebentar untuk ke dapur membuatkan susu buat dia. Tapi waktu kembali, saya temukan dia telah meninggal," tegas Masamah saat di persidangan pada 13 Maret 2017.

Namun, pada akhir persidangan 13 Maret 2017 lalu, ayah korban, Ghalib Al Blewi memaafkan perbuatan Masamah sambil terisak meneteskan air mata.

"'Tanazaltu laha liwajhillah' (aku memaafkannya karena mengharap pahala dari Allah)," ucapnya sambil terisak dengan suara terbata-bata.

Dengan sedikit terkejut, hakim Arab Saudi menanyakan secara berulang kepada Ghalib terkait pernyataan pemaafan (tanazul) terhadap Masamah.

Ghalib menyampaikan bahwa dirinya dengan penuh kesadaran dan ikhlas telah memaafkan Masamah tanpa syarat dan tanpa meminta uang diyat sama sekali. Dia hanya berharap kebaikan buat dirinya dan Masamah.

"Akhirnya, majelis hakim mencatat pernyataaan tanazul dari ayah korban dalam persidangan hari itu," kata Pejabat Kekonsuleran KJRI Jeddah Rahmat Aming yang ikut mendampingi sidang 13 Maret 2017 itu.