Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menyatakan bahwa dirinya akan menentukan nasib keanggotaan AS dalam Kesepakatan Nuklir Iran pada Selasa, 8 Mei 2018 waktu setempat.
"Saya akan mengumumkan keputusan tentang Kesepakatan Nuklir Iran besok (8Â Mei) dari Gedung Putih," kata Trump melalui Twitter, Senin, 7 Mei 2018.
Kini, beberapa jam sebelum pengumuman itu dilaksanakan, salah satu diplomat Eropa memperkirakan bahwa Trump akan menarik ASÂ keluar dari kesepakatan tersebut. Demikian seperti dikutip dari The New York Times, Selasa (8/5/2018).
Advertisement
Diplomat Eropa itu menyimpulkan hal tersebut karena berbagai pihak "telah gagal meyakinkan Trump" untuk tetap bertahan dalam Kesepakatan Nuklir Iran -- atau yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
"Kemungkinan Trump untuk mempertahankan AS (dalam JCPOA) sangat kecil," kata salah satu diplomat Eropa yang meminta anonimitas kepada wartawan pada Senin kemarin.
"Sangat jelas Trump tetap ingin mempertahankan pemberian sanksi terhadap Iran," lanjut diplomat Eropa itu.
Baca Juga
Jika kabar itu benar, langkah tersebut akan menambah panjang daftar kebijakan luar negeri Trump yang kontroversial sepanjang ia menjabat sebagai presiden AS.
"Konsekuensinya akan sangat besar," lanjut diplomat Eropa itu.
JCPOA merupakan pakta kesepakatan antara Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (China, Prancis, Rusia, Inggris, AS) plus Jerman dan Uni Eropa.
Menurut pakta itu, Iran dituntut untuk mengurangi stok uranium (bahan baku pembuat nuklir) hingga 98 persen dan berhenti menjalankan program pengembangan senjata nuklir. Kepatuhan Iran akan ditukar dengan pencabutan sanksi dari para negara penandatangan.
Setiap 90 hari, para anggota JCPOA wajib memberikan "sertifikasi kepatuhan" terhadap Iran. Tenggat terdekat adalah pada 12 Mei 2018.
Sebagian besar negara anggota telah memberikan sertifikasi itu. Namun, AS belum melakukannya.
Apabila Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran, Washington dapat memberlakukan lagi sanksi-sanksi terhadap Negeri Para Mullah.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Kata Para Analis
Implikasi dari keluarnya AS dari JCPOA memang belum jelas, tetapi para analis memprediksi bahwa langkah tersebut akan memberikan implikasi signifikan bagi dinamika geo-politik dunia. Demikian seperti dikutip dari CNN.
Salah satu yang dapat terjadi ialah langkah Iran untuk mengabaikan JCPOA sepenuhnya dan kembali mengembangkan program nuklir untuk senjata. Tentunya, hal itu akan semakin berdampak pada semakin meningkatnya perlombaan senjata negara-negara di Timur Tengah. Mengingat maraknya konflik bersenjata di kawasan tersebut -- dengan Iran menjadi salah satu aktor utama, di samping negara-negara Teluk Arab.
Pengabaian AS terhadap JCPOA juga diperkirakan akan meningkatkan intensitas keterlibatan Iran dalam konflik di Suriah, Lebanon, dan Yaman.
Di sisi lain, beberapa analis yang memandang positif rencana Trump untuk menarik AS keluar dari JCPOA menyebut bahwa langkah tersebut akan memberikan daya tawar tersendiri bagi Washington jelang perundingan dengan Korea Utara.
Yang lainnya memandang, dengan AS meninggalkan JCPOA yang diikuti dengan pemberian sanksi kepada Iran, hal tersebut justru akan berdampak besar untuk menekan aktivitas proxy Negeri Para Mullah di Timur Tengah.
"Itu langkah yang diperlukan oleh AS untuk mengonfrontasi salah satu ancaman bagi Amerika, Israel, dan Teluk Arab," kata Jim Phillips dari lembaga analis konservatif, Heritage Foundation.
Kendati demikian, sejumlah pejabat tinggi negara Eropa, terkhusus mereka yang menandatangani JCPOA, dengan tegas menganjurkan agar Trump tetap bertahan dalam kesepakatan tersebut.
"Meninggalkan JCPOA akan sama seperti membuka kotak pandora, akan ada konsekuensi besar dan mungkin, perang yang akan mengikuti," kata Presiden Prancis, Emmanuel Macron pada Minggu lalu.
Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson juga mengungkapkan hal senada. Ia justru khawatir, pengabaian atas JCPOA justru akan memicu Iran berulah dan menyulut konflik di Timur Tengah.
"Apakah kita ingin berperang (dengan meninggalkan JCPOA)?," kata Johnson.
Advertisement