Sukses

5 Fakta Yerusalem, Rumah Baru Kedubes AS untuk Israel

Berikut 5 hal yang perlu diketahui terkait Yerusalem, rumah baru bagi Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Liputan6.com, Yerusalem - Pembukaan Kedutaan Amerika Serikat di Yerusalem pada Senin, 14 Mei 2018 merupakan salah satu peristiwa bersejarah.

Peristiwa itu tak hanya menandai pemindahan fisik Kedutaan AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem semata, namun juga, menyimbolisasikan langkah kontroversial Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Bagi banyak orang Israel, langkah pemindahan Kedubes AS merupakan realitas atas harapan yang sempat lama tertunda.

Di lain sisi, keputusan untuk memindahkan misi diplomatik Negeri Paman Sam justru menunjukkan perubahan kebijakan luar negeri AS yang kontroversial dan pergeseran konsensus internasional atas status quo Yerusalem.

Palestina telah lama turut mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negaranya yang merdeka di masa depan.

Seperti dikutip dari the New York Times (14/5/2018), berikut lima hal yang perlu diketahui seputar pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

2 dari 6 halaman

1. Bermula dari Tel Aviv

Ketika deklarasi kemerdekaan negara Israel (State of Israel) dilakukan pada 14 Mei 1948, Tel Aviv menjadi ibu kota pertama negara tersebut.

Yerusalem tak dijadikan ibu kota oleh Israel, meski bangsa Yahudi dari negara tersebut sangat menginginkannya. Itu karena, mengacu pada rencana partisi PBB 1947 yang mengatur tentang penciptaan negara Yahudi dan Palestina (Mandatory Palestine), Yerusalem beserta situs suci yang ada di dalamnya berstatus sebagai corpus separatum atau entitas internasional terpisah di bawah naungan PBB.

Kemudian, pada 1948, pasukan Zionis Israel tak mengindahkan ketentuan itu dan menaklukan Yerusalem Barat lewat sebuah peperangan, setelah koalisi Arab menyerang Israel yang baru saja merdeka.

Usai itu, Yerusalem pun terbagi. Barat dikuasai Israel dan Timur dikendalikan bangsa Arab Palestina di bawah naungan Yordania (tapi pada 1967, Yerusalem Timur pun jatuh ke tangan Israel).

Akan tetapi, meski Yerusalem Barat telah dikuasai Israel, tidak dibentuk untuk menjadi ibu kota dan tetap dibiarkan menjadi daerah terpencil. Bahkan, nama Yerusalem pun tak disebutkan dalam Deklarasi Pendirian Negara Israel 14 Mei 1948.

Namun, setahun kemudian, perdana menteri pertama Israel David Ben-Gurion menginstruksikan parlemen untuk mentransfer operasinya ke Yerusalem pada Desember 1949, setelah Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mulai memperdebatkan bagaimana melaksanakan rencana pembagian kota tersebut.

Mengutip 3.000 tahun sejarah Yahudi di kota, Ben-Gurion menyatakan Yerusalem menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari negara Israel dan menjadi ibu kotanya yang abadi.

3 dari 6 halaman

2. Pemindahan Kedutaan AS Hanya Awal...

Sebuah laporan yang dirilis pada hari Minggu oleh badan pengawas keuangan Israel menyebut bahwa negara tersebut berencana untuk memindahkan sejumlah besar fasilitas administratif pemerintahannya ke Yerusalem. Rencana itu, telah digagas sejak lama, dengan tenggat waktu pemindahan pada 2005.

Namun, rencana itu gagal, dan tenggat waktu pun dimundurkan sampai tahun 2015 dan kemudian 2019.

"Untuk membawa perubahan yang signifikan dalam status Yerusalem, tak hanya cukup dengan melakukan deklarasi khidmat, tetapi, tindakan nyata harus diambil," tulis Yosef Shapira, anggota badan pengawas keuangan Israel.

Laporan itu dirilis untuk menandai ulang tahun ke-51 (dalam kalender Ibrani) tentang perebutan Yerusalem Timur oleh Israel dari Yordania dalam perang 1967.

4 dari 6 halaman

3. Siapa yang Tinggal di Yerusalem?

Yerusalem, kota terbesar di Israel, memiliki populasi hampir 900.000 orang, sekitar 10 persen dari jumlah total penduduk Israel, menurut angka terbaru yang dirilis oleh Biro Pusat Statistik nasional.

Yahudi membentuk 62,3 persen penduduk kota, turun dari angka populasi pada 20 tahun lalu yang mencapai sekitar 69,5 persen. Populasi Palestina telah tumbuh menjadi 37,7 persen dari 30,5 persen pada tahun 1998.

Setelah Israel merebut Yerusalem Timur dalam perang tahun 1967, mereka memperluas perbatasan kota dan membangun perumahan Yahudi di wilayah tersebut -- di mana dunia menganggapnya sebagai daerah pendudukan. Sekitar 200.000 orang Yahudi Israel kini tinggal di lingkungan atau permukiman tersebut, di antara setidaknya 320.000 orang Palestina.

Sebagian besar penduduk Yerusalem Timur adalah penduduk permanen Israel. Mereka dapat bekerja di mana saja di negara tersebut dan memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat sosial Israel. Tetapi mereka bukan warga negara Israel yang penuh.

Di sisi lain, warga Palestina dapat mengajukan permohonan untuk kewarganegaraan Israel. Tapi hanya sedikit di antara mereka yang disetujui, karena alasan politik.

Sekitar 76 persen penduduk Palestina di Yerusalem Timur hidup di bawah garis kemiskinan dibandingkan dengan sekitar 23 persen penduduk Yahudi.

Pendapatan bulanan rata-rata Arab Palestina di sana adalah 40 persen lebih rendah per orang daripada di lingkungan Yahudi di kota.

5 dari 6 halaman

4. Pemindahan Kedutaan AS dan Hari Nakba

Sehari setelah Kedutaan Amerika Serikat dibuka di Yerusalem, atau tepatnya pada 15 Mei 2018, orang Palestina akan menandai peringatan ke-70 dari apa yang mereka sebut Hari Nakba atau malapetaka tahun 1948.

Kala itu ratusan ribu orang Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka di tempat yang sekarang menjadi Israel.

Pada akhir tahun 1949, sekitar 40 desa Palestina di wilayah Yerusalem, dengan jumlah penduduk lebih dari 70.000 orang, dikosongkan dari penduduk mereka.

Sekitar 45.000 orang Palestina kehilangan rumah mereka di daerah perkotaan di sisi barat kota, menurut Departemen Urusan Negosiasi Organisasi Pembebasan Palestina.

6 dari 6 halaman

5. Mereka yang Mengikuti Jejak AS...

Selama periode 1960-an dan 70-an, sekitar 18 kedutaan asing berada di Yerusalem. Sebagian besar mewakili negara-negara Afrika dan Amerika Latin. El Salvador dan Kosta Rika adalah kelompok terakhir yang meninggalkan kota itu, pada tahun 2006, untuk kemudian membuka kembali kedutaan mereka di Tel Aviv.

Sekarang, Guatemala, yang pindah ke daerah Tel Aviv pada tahun 1980, memutuskan untuk kembali ke Yerusalem pada hari Rabu pekan ini, menyusul langkah Amerika Serikat.

Beberapa negara Amerika Latin, seperti Paraguay, juga telah mengumumkan rencana serupa.