Sukses

Diaspora di Manila Bahas Baik dan Buruk Tenaga Kerja Asing untuk Indonesia

Fenomena penggunaan jasa tenaga kerja asing bukanlah ancaman, melainkan tantangan bagi kesenjangan kualitas pekerja.

Liputan6.com, Manila - Indonesian Diaspora Network (IDN) Manila kembali menggelar sebuah forum Diaspora Berbagi yang diselenggarakan pada Sabtu, 12 Mei 2018.

Bertempat di Bonifacio Global City, Taguig, Metro Manila, acara yang mengusung topik berjudul 'Baik-buruk Tenaga Kerja Asing untuk Indonesia' itu dihadiri oleh 30 orang.

Sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima Liputan6.com pada Senin (14/3/2018), topik di atas sengaja diangkat sebagai respons terhadap pro-kontra yang menyertai keluarnya Perpres No. 20/2018, tentang Penggunaan Jasa Tenaga Kerja Asing.

Menurut Trini Sualang dari KBRI di Manila, keluarnya Perpres No. 20/2018 adalah upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, khususnya melalui penanaman modal asing (PMA).

Untuk menarik PMA, perlu diatur lebih lanjut proses perizinan penggunaan TKA yang lebih sederhana dan cepat.

Sebagai perbandingan, menurut Trini, pengurusan ijin tenaga kerja asing di Thailand membutuhkan waktu 7 hari, di Singapura 3-5 minggu, sementara di Indonesia memakan 2-3 bulan.

Dengan adanya Perpres ini, diharapkan waktu pengurusan izin tenaga kerja asing bisa dipersingkat. 

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Pentingnya Strategi Pendidikan dan Pelatihan

Sementara itu, menurut chief operations officer Play Innovation, Tourino Dilaga, keluarnya Perpres ini memang dibutuhkan jika pemerintah ingin menarik minat investor.

Berdasarkan pengalamannya bekerja sebagai ekspatriat di beberapa perusahaan di Filipina, dan sebelumnya di AS, kepastian serta kecepatan pengurusan ijin TKA adalah faktor yang sangat menentukan keputusan untuk investasi.

Tourini juga berpendapat bahwa bahwa masalah sesungguhnya, bukan TKA yang bekerja di Indonesia, karena jumlahnya sangat sedikit.

Tapi, bagaimana memperkecil kesenjangan antara keahlian yang dimiliki angkatan kerja dalam negeri, dengan apa yang dibutuhkan industri.

Tanpa adanya strategi pendidikan dan pelatihan yang tepat, kesenjangan keahlian tersebut akan membesar, karena banyak pekerjaan saat ini akan hilang dalam 5-10 tahun ke depan.