Sukses

WHO Serukan Penghapusan Lemak Trans dalam 5 Tahun

Awal bulan ini, WHO mengeluarkan rancangan pertama rekomendasi mengenai lemak trans sejak 2002.

Liputan6.com, New York - Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, rencana penghapusan lemak trans (jenis tak jenuh) bisa mencegah 500 ribu kematian setiap tahunnya akibat penyakit kardiovaskuler.

"Dunia bisa menghilangkan lemak trans yang diproduksi oleh industri makanan pada 2023," kata WHO seperti dikutip dari laman AustralianPlus Indonesia, Rabu (16/5/2018).

Bahan makanan yang mengandung lemak trans populer digunakan oleh sejumlah produsen untuk mengolah panganan yang digoreng hingga dipanggang.

"Namun, makanan-makanan jenis tersebut bisa meningkatkan risiko penyakit jantung sebanyak 21 persen dan kematian sebanyak 28 persen," kata WHO dalam pernyataannya.

"Menerapkan strategi WHO untuk mengganti lemak trans, termasuk dengan mempromosikan bahan alternatif yang lebih sehat dan membuat aturan terhadap bahan-bahan berbahaya, akan mengeluarkan lemak trans dari rantai makanan dan mengakibatkan penyakit jantung," kata Tedros.

Beberapa negara dengan perekonomian makmur telah menyingkirkan lemak trans dengan menerapkan pembatasan jumlah yang diizinkan dalam makanan kemasan.

Beberapa bahkan telah membatasi sebagian minyak-minyak terhidrogenasi, yang merupakan sumber utama lemak trans yang diproduksi industri, demikian pernyataan WHO.

"Lemak trans adalah bahan kimia beracun yang tidak penting yang bisa membunuh. Tidak ada alasan bagi dunia untuk terus terpapar bahan ini," kata Tom Frieden, mantan kepala Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) dan sekarang memimpin inisiatif kesehatan Resolved.

Awal bulan ini, WHO mengeluarkan rancangan pertama rekomendasi mengenai lemak trans sejak 2002.

Dalam rancangan itu, WHO merekomendasikan anak-anak sebaiknya hanya mengonsumsi maksimum satu persen lemak trans dalam kalori sehari-hari.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Makanan Berlemak Kena Pajak di Denmark

Jika Anda bermasalah dengan makanan berlemak dan ingin mengurangi konsumsi makanan, pergilah ke Denmark.

Pasalnya, negara ini menjadi yang pertama di dunia dalam penerapan pajak untuk makanan berkadar lemak tinggi. Di negeri ini, mentega, susu, keju, piza, daging, minyak goreng dan makanan dalam kemasan kini menjadi sasaran petugas pajak.

Tentunya tak semua makanan terkena pajak, batas minimalnya adalah makanan yang mengandung 2,3 persen lemak jenuh. Akibat pengenaan pajak ini konsumen sudah mulai mengeluhkan kenaikan harga. Sementara produsen makanan menyebut pajak ini adalah sebuah mimpi buruk birokrasi.

Lantas, mengapa Denmark menerapkan pajak makanan berlemak ini, meski menuai banyak protes?

Pemerintah berharap dengan pajak ini maka harga makanan berlemak akan menjadi lebih tinggi. Ujungnya, masyarakat Denmark akan mengurangi konsumsi makanan berlemak dan menjadi lebih sehat.

Namun, sejumlah ilmuwan menganggap pemerintah salah sasaran jika menerapkan pajak untuk makanan berkadar lemak jenuh saja.

Para ilmuwan ini mengatakan garam, gula, dan karbohidrat refinasi lebih merusak kesehatan dan seharusnya dikurangi penggunaannya.