Liputan6.com, Washington, DC - Mantan Menteri Luar Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson memeringatkan bahwa Negeri Paman Sam telah jatuh ke dalam "krisis etika dan integritas", yang dapat membuat negara itu "menanggalkan kebebasan warga negaranya." Hal tersebut disampaikan Tillerson saat memberikan sambutan dalam upacara kelulusan di Virginia Military Institute di Lexington.
Tillerson yang diberhentikan pada Maret 2018, tidak menyinggung nama Donald Trump. Namun sebagian besar melihat apa yang disampaikannya merujuk pada sosok presiden ke-45 Amerika Serikat tersebut.
"Jika para pemimpin kita berusaha menyembunyikan kebenaran, atau kita sebagai rakyat menerima realitas alternatif yang tidak lagi didasarkan pada fakta, maka kita sebagai masyarakat Amerika berada dalam jalur untuk melepas kebebasan kita," kata Tillerson seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (18/5/2018).
Advertisement
"Tanggung jawab setiap warga negara Amerika Serikat kepada satu sama lain adalah melestarikan dan melindungi kebebasan kita dengan mengakui apa itu kebenaran dan apa yang bukan, apa itu fakta dan apa yang bukan, dan mulai berpegang pada tanggung jawab terhadap kebenaran dan meraih masa depan Amerika berdasarkan fakta, bukan didasarkan pada angan-angan, bukan mengharapkan pada hasil-hasil yang dibuat dengan janji-janji yang dangkal. Melainkan dengan pandangan jernih yang akan membebaskan kita untuk mencari solusi bagi sebagian besar tantangan yang paling menakutkan".
Baca Juga
Donald Trump selama ini dinilai telah menampilkan dirinya sebagai pembela kebenaran, terutama setelah memberikan label "berita palsu" bagi setiap laporan bernada negatif tentang dirinya.
Sosok Donald Trump dikenal pula sebagai seorang yang hiperbol terkait dengan kekayaannya, popularitasnya, bahkan jumlah massa yang hadir dalam acara pelantikannya. Selain itu, Donald Trump disebut-sebut banyak berbohong soal keterkaitannya dengan sejumlah orang.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Dipuji Setelah Dipecat
Kehadiran Tillerson di acara kelulusan sekolah militer telah dijadwalkan jauh sebelum ia dicopot sebagai menteri luar negeri oleh Donald Trump.
Setelah memecat Tillerson, Donald Trump memujinya dengan mengatakan, "Saya sangat menghargai komitmennya dan layanannya dan saya mengharapkannya yang terbaik. Dia orang baik."
Tapi Donald Trump mengakui bahwa ia dan Tillerson "berbeda pendapat dalam sejumlah hal", termasuk kesepakatan nuklir Iran dan krisis Teluk yang membuat Qatar harus berhadapan dengan Arab Saudi Cs. Terkait dengan kesepakatan nuklir Iran, Tillerson ingin tetap berada dalam pakta tersebut, sementara Trump ingin Amerika Serikat hengkang -- dan Trump berhasil mewujudkannya.
Sementara itu, dalam krisis Teluk, yang menyebabkan Qatar diblokade via darat, laut, dan udara oleh Arab Saudi Cs, Donald Trump mengatakan, "Jalan pikiran kami benar-benar tidak sama."
Ironisnya, ketika Tillerson mencoba membuka opsi diplomatik ke Korea Utara, pada tahun lalu Donald Trump mentwit, "ia (Tillerson) membuang-buang waktu mencoba bernegosiasi dengan Little Rocket Man (Kim Jong-un)."
Nyatanya, hari ini, opsi yang sama tengah ditempuh Trump.
Saat berpidato di acara kelulusan sekolah militer, Tillerson menonjolkan tema pentingnya membela kebenaran.
"Ketika kita sebagai rakyat, seorang manusia yang bebas, goyah pada kebenaran, bahkan pada hal-hal yang tampaknya paling remeh, kita menggoyahkan Amerika," kata mantan bos ExxonMobil tersebut.
"Jika kita tidak menghadapi krisis etika dan integritas di kalangan masyarakat dan para pemimpin kita di sektor publik dan swasta, dan kadang-kadang di sektor nirlaba, maka demokrasi Amerika sebagaimana yang kita ketahui memasuki usia senja."
Advertisement