Liputan6.com, Moskow - Sejak awal, pertanda buruk membayangi pemerintahan Tsar Rusia Nicholas II. Empat hari setelah dinobatkan, pada 18 Mei 1896, ia menggelar sebuah pesta rakyat yang kemudian menjelma jadi tragedi.
Pesta akbar itu digelar di Lapangan Khodynka, Moskow. Lokasi itu dipilih karena ukurannya yang besar, yang diperkirakan mampu menampung ribuan orang, yang mayoritas berasal dari kalangan petani dan kaum pekerja.
Di sisi lain, seperti dikutip dari BBC News, Kamis (17/5/2018), Khodynka dianggap sebagai pusat suci Kekaisaran Rusia, yang dianggap akan menguatkan legitimasi Nicholas sebagai tsar dan keterkaitannya dengan otokrasi lama yang diperintah nenek moyangnya.
Advertisement
Baca Juga
Namun, Khodynka bukan lapangan biasa. Di sana adalah tempat latihan pasukan militer yang dikelilingi parit dangkal. Tanahnya pun tak rata.
Kala itu Tsar Nicholas II adalah penguasa kekaisaran yang wilayahnya mencakup seperenam luas Bumi, dan memerintah rakyat yang jumlahnya lebih dari 120 juta. Maka, tak heran, orang yang mendengar undangan terbuka itu berharap banyak.
Penyelenggara menjanjikan makanan gratis yang terdiri atas roti, pretzel, sosis, dan kue jahe. Pengunjung juga bisa minum bir sepuasnya, serta akan mendapatkan suvenir berupa cangkir enamel yang memuat tanggal penobatan Tsar Nicholas II.
Pertunjukan dan pawai akan memeriahkan acara. Puncaknya, tsar baru dan permaisuri diagendakan datang secara langsung untuk menyapa rakyatnya.
Ribuan orang pun berbondong-bondong ke Khodynka. Bahkan tak sedikit yang rela menginap di sana. Pada pukul 06.00, lapangan itu penuh sesak oleh lautan manusia. Jumlah yang datang konon mencapai 500 ribu orang! Jauh melampaui perkiraan.
Namun, rumor menyebar dari mulut ke mulut, katanya jumlah makanan dan hadiah yang disiapkan tak bakal cukup untuk semua orang yang datang. Kegelisahan pun menular.
Massa kian panik saat mendengar isu bahwa ada koin emas dalam setiap cangkir enamel yang dibagikan. Mereka berebut untuk mendapatkannya.
Sementara, sejumlah orang berniat melarikan diri dari kerumunan. Namun, tubuh mereka terjebak, terhimpit manusia-manusia lain.
Dalam bukunya, A People's Tragedy: The Russian Revolution, 1891-1924, sejarawan Orlando Figes melukiskan apa yang terjadi pada hari nahas itu.
"Orang-orang saling dorong, tersandung, lalu jatuh ke dalam parit. Mereka tewas akibat kekurangan oksigen atau terinjak-injak," kata dia, seperti dikutip dari deseretnews.com.
Anggota polisi yang jumlahnya 1.800 tak kuasa mengendalikan situasi.
Hanya dalam hitungan menit, 1.429 orang tewas, sementara 9 ribu hingga 20 ribu lainnya luka-luka.
Meski diwarnai tragedi mengerikan, perayaan tetap dilanjutkan. Tsar Nicholas II dan permaisurinya muncul dari balkon pada pukul 14.00. Kala itu jejak-jejak insiden maut telah disingkirkan.
Informasi jatuhnya korban jiwa sejatinya sudah disampaikan pada Nicholas II, sebelum ia tampil di Khodynka.
"Tak ada yang terjadi. Kami melihat dari paviliun ke arah kerumunan besar orang yang mengelilingi panggung, di mana orkestra memainkan lagu-lagu bertema 'Kemenangan'," demikian cuplikan buku harian Nicholas II.
Tsar menulis, dari Khodynka, ia pergi ke istana di Petrovsky, menerima sejumlah delegasi, makan malam dengan sejumlah pemimpin kotapraja, berpidato, lalu pergi ke Kremlin untuk makan malam bersama ibu suri.
Selanjutnya, Nicholas II dan istrinya pergi ke pesta yang diselenggarakan Duta Besar Prancis. "Pesta diatur dengan sangat baik, namun cuaca panas tak tertahankan. Setelah makan malam, kami pulang pukul 02.00," tulis dia.Â
Baru keesokan harinya ia dan permaisuri mendatangi para korban tragedi.
Fakta bahwa Nicholas II pergi ke pesta pada malam tragedi Khodynka dan perayaan penobatan tetap diteruskan meski di tengah momentum duka, melukai perasaan rakyat.
Bagi mayoritas rakyat Rusia, sang pemimpin tak punya rasa peduli dan simpati. Hanya dalam hitungan hari memerintah, reputasi Nicholas II hancur di mata rakyatnya.
Merasakan pergolakan itu, Nicholas memerintahkan penyelidikan atas tragedi Khodynka. Hasilnya, tersangka utamanya adalah Gubernur Jenderal Moskow, Grand Duke Sergei Alexandrovich.
Namun, ketika hukuman akan dijatuhkan, para bangsawan memprotesnya.
"Kaum ningrat beralasan, dengan mengakui di depan umum kesalahan anggota keluarga kekaisaran, hal itu akan melemahkan prinsip-prinsip otokrasi," tulis Figes.
Kasus pun ditutup, beberapa perwira rendahan yang dijadikan kambing hitam dipecat. Luka di hati rakyat Rusia pun kian menganga.
Sejak itu, Tsar Nicholas II mendapat julukan 'Nicholas the Bloody'.
Dan, sejak tragedi Khodynka, tak ada lagi penobatan tsar Rusia. Nicholas II menjadi kaisar terakhir.
Tsar Nicholas II Turun Takhta Lalu Dibunuh
Tragedi Khodynka dan upayanya membendung tuntutan pembentukan parlemen membuat Tsar Nicholas II kian jauh dari rakyatnya.
Pada Februari 1917, di tengah Perang Dunia I, Nicholas dipaksa turun takhta. Pemerintahan sementara yang dipimpin golongan liberal mengumumkan niatnya untuk menciptakan sebuah republik.
Dan kemudian, kaum pekerja atau Soviets muncul, menuntut pembentukan pemerintahan yang lebih radikal. Pada bulan Oktober, Vladimir Lenin memimpin Revolusi Bolshevik yang menggulingkan pemerintahan.
Pada Juli 1918, 22 tahun setelah penobatannya, kaum Bolsheviks membunuh Nicholas II dan seluruh keluarganya.
Pembantaian tersebut terjadi 17 Juli 1918 jelang tengah malam. Kala itu, dokter istana, dr Eugene Botkin membangunkan Tsar Nicholas II beserta seluruh keluarganya. Alasannya, mereka akan dipindahkan ke lokasi yang lebih aman, menyusul kekacauan yang terjadi di Yekaterinburg.
Keluarga kerajaan diminta memasuki ruangan bawah tanah berukuran 6 x 5 meter. Tak disangka, di sana lah mereka dihabisi oleh kaum revolusioner Bolshevik.
Tiba-tiba, hampir selusin orang bersenjata menyerbu masuk ke ruangan dan memberondong keluarga kekaisaran. Asap mengepul dari senapan. Mereka yang masih bernapas ketika selubung tabun menghilang, ditikam dengan bayonet.
Jasad Tsar Nicholas II, Alexandra, dan 4 putri mereka -- Anastasia, Maria, Olga, dan Tatiana -- juga putra mereka Tsarevich Alexei dan 4 anggota kerajaan lalu dibawa ke sebuah tambang, sekitar 14 kilometer dari Ekaterinburg.
Tubuh mereka yang tak lagi bernyawa disiram bensin dan dibakar. Tulang-belulang disiram cairan asam agar hancur. Kemudian yang tersisa dilemparkan ke lubang tambang, yang ditutupi dengan tanah.
Dinasti Romanov yang berkuasa sejak 1613 tamat.
Selain tragedi yang mewarnai penobatan Tsar Rusia Nicholas II, tangga 18 Mei menjadi momentum sejumlah peristiwa bersejarah.
Pada 1803,Britania Raya membatalkan Persetujuan Amiens dan menyatakan perang terhadap Prancis. Sementara, 18 Mei 1804 menjadi momentum penobatan Napoleon Bonaparte sebagai Kaisar Prancis.
Advertisement