Liputan6.com, Caracas - Rakyat Venezuela bergerak menuju tempat pemungutan suara pada Minggu 20 Mei 2018 waktu setempat, untuk memilih seorang presiden baru, di tengah kecemasan ekonomi yang meluas dan sikap apatis pemilih.
Seperti dikutip dari CNN, Minggu (20/5/2018), Presiden Nicolas Maduro sedang mencari dukungan pemilih untuk kembali memimpin Venezuela enam tahun mendatang, meski proses pemilihan itu menuai kritik dalam negeri maupun dari luar negara itu.
Koalisi oposisi utama pun memboikot pemilu.
Advertisement
Pesaing utama Maduro di kepresidenan adalah Henri Falcon, mantan gubernur negara bagian itu.
Di tengah tuduhan dari para pemimpin di wilayah itu bahwa proses pemilihan tidak memiliki legitimasi, Maduro mengatakan hasilnya tetap akan dihormati.
"Hari ini adalah hari bersejarah. Jangan sampai ada yang melewatkan hari bersejarah ini," kata Maduro setelah memberikan suara dan mengklaim bahwa itu adalah suara pertama hari itu.
Jajak pendapat Venezuela tutup Minggu pukul 18.00. Hasilnya diharapkan rampung Minggu malam atau Senin.
Â
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Komunitas Internasional Desak Pemerintah Venezuela Membatalkan Pilpres 2018
Sebelumnya, sebanyak belasan negara berbahasa Latin, termasuk dari Amerika Selatan dan Spanyol, mendesak pemerintah Venezuela membatalkan agenda pemilu presiden pada 20 Mei mendatang.
Menurut laporan Associated Press yang dikutip dari VOA Indonesia pada Selasa, 15 Mei 2018, belasan negara tersebut bergabung dalam sebuah komunitas berjuluk Kelompok Lima (Lima Group).
Mereka menuding agenda pemilu yang diserukan oleh Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, tidak sah karena tidak disaksikan oleh komunitas internasional.
Selain itu, pemerintah Venezuela juga dinilai tidak memberlakukan prinsip bebas, adil, transparan, dan demokratis pada agenda pemilu tersebut.
Desakan itu disampaikan sebagai lanjutan dari pertemuan antara menteri-menteri luar negeri dan ekonomi di Peru, yang membahas krisis politik dan ekonomi di Venezuela.
Advertisement