Liputan6.com, Sydney - Sirul Azhar Umar, warga Malaysia yang dijatuhi vonis hukuman mati atas kasus pembunuhan model cantik asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, bersedia untuk membeberkan semua informasi, termasuk, dalang sebenarnya di balik kasus yang dituding sarat nuansa politik itu.
Sebagai gantinya, Sirul mengharapkan pengampunan penuh dan terbebas dari vonis hukuman mati. Hal itu diutarakan Sirul dalam sebuah wawancara dengan Malaysiakini, seperti dikutip dari The Guardian (21/5/2018).
Dalam wawancara itu, Sirul mengatakan bersedia untuk membantu pemerintahan yang baru (di bawah Mahathir Mohamad) untuk "Menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, dengan catatan, saya mendapat pengampunan penuh sebagai gantinya."
Advertisement
Sirul juga mengapresiasi komentar pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, yang mengatakan agar kasus pembunuhan Altantuya harus dipersidangkan ulang, dengan kembali menghadirkan saksi dan para terdakwa.
Pada Selasa 13 Januari 2015, pengadilan federal Malaysia telah menjatuhkan vonis mati pada dua oknum polisi, Azilah Hadri dan Sirul Azhar Umar. Keduanya, menurut pengadilan, terbukti membunuh Altantuya.
Perempuan itu dibunuh pada 19 Oktober 2006, dengan cara ditembak dua kali sebelum jasadnya diledakkan dengan C-4, bahan peledak yang biasa digunakan militer.
Akan tetapi, Sirul berakhir kabur ke Australia. Malaysia meminta Australia untuk mendeportasi pria itu. Namun, karena Negeri Kanguru menentang hukuman mati, ia batal dideportasi ke Negeri Jiran.
Sejak itu, Sirul mendekam di blok pengamanan ketat di rumah detensi Vilawood, Australia.
Kini, tiga tahun berlalu, Sirul bersedia untuk membeberkan semua informasi seputar kasus yang kabarnya ikut menyeret nama mantan perdana menteri Malaysia Najib Razak.
Meski pengadilan memvonis Azilah dan Sirul, banyak pihak yang skeptis atas keputusan itu dan menganggap bahwa keduanya hanya pion yang dimainkan oleh dalang sebenarnya.
Berbagai pihak juga menduga kuat bahwa motif dalang yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh maksud politik.
Terlebih, Altantuya diketahui sebagai kekasih gelap Abdul Razak Baginda, mantan orang dekat Najib Razak.
Baca Juga
Abdul Razak Baginda dituduh sebagai pihak yang mengatur suap terkait pembelian dua kapal selam Prancis pada 2002. Kala itu, Najib Razak menjabat sebagai Menteri Pertahanan Malaysia.
Altantuya diduga dihabisi karena menuntut bayaran sebesar US$ 500.000 atas pekerjaannya sebagai penerjemah dalam negosiasi tersebut.
Para penentang Najib Razak sudah lama menduga, Azilah Hadri dan Sirul Azhar Umar sengaja dijadikan kambing hitam untuk meloloskan bos mereka yang diduga ada di level puncak pemerintahan.
Anwar Ibrahim, tokoh oposisi yang baru saja dibebaskan dari bui berpendapat, Sirul harus dibawa pulang ke Malaysia untuk kembali disidang.
"Mereka (para terdakwa) harus mendapat persidangan yang adil. Persidangan harus diulang," kata Anwar saat berkunjung ke Jakarta menemui Presiden ke-3 RI BJ Habibie pada 20 Mei lalu.
Sementara itu, kepada media Australia, The Australian, Anwar mengatakan, ia menduga putusan hakim dalam kasus Altantuya, patut dipertanyakan. Sebab, majelis bersikap enggan memanggil saksi yang dianggap relevan dalam kasus tersebut.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Najib Razak Membantah
Di sisi lain, Najib Razak terus menyangkal terkait tuduhan yang menyebut, pembuat kapal selam Prancis, DCNS, membayar 'komisi' lebih dari 114 juta euro dalam pembelian dua kapal selam Scorpene.
Namun, seperti dikutip dari The Nation, desas-desus berembus bahwa Najib Razak dan istrinya, Rosmah Mansor terkait dengan pembunuhan tersebut. Tuduhan itu dibantah keras oleh Najib.
Dalam sebuah acara pada 2016 lalu, Najib menuduh, isu yang mengaitkan dirinya dengan Altantuya adalah rekayasa oposisi untuk menghasut rakyat.
"Tak perlu polisi, kalau saya terlibat Altantuya, istri saya pasti sudah berbuat sesuatu (kepada saya)," tambah dia.
Kasus tersebut sempat senyap setelah pengadilan Malaysia pada 2008 membersihkan nama Abdul Razak Baginda dari keterlibatan dalam kasus pembunuhan Altantuya Shaariibuu.
Putusan tersebut memicu dugaan konspirasi untuk mempetieskan kasus ini, untuk melindungi Najib Razak, yang kala itu dipromosikan sebagai Deputi Perdana Menteri Malaysia.
Advertisement