Sukses

Dituduh Terlibat Kudeta di Turki, 104 Orang Dipenjara Seumur Hidup

Sebelum memvonis hukuman penjara seumur hidup, Presiden Turki mengusulkan pemberlakuan kembali hukuman mati kepada para pelaku upaya kudeta.

Liputan6.com, Ankara - Lebih dari 100 orang mantan perwira militer Turki dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, atas tuduhan terlibat dalam upaya kudeta 2016, melawan Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Meski gagal, pemerintah Turki menganggap kudeta tersebut sebagai upaya paling serius untuk menggulingkan Presiden Erdogan, yang telah memerintah sejak 2003.

Dikutip dari Time.com pada Selasa (22/5/2018), sebanyak 104 orang menerima hukuman seumur hidup sebagai salah satu sanksi terberat yang diberikan pasca-upaya kudeta.

Dari 280 orang yang diadili, pengadilan Turki juga menjatuhkan hukuman yang lebih ringan kepada 52 terdakwa lainnya.

Menurut media pemerintah Turki, mereka dituduh "membantu rencana pembunuhan presiden" dan terlibat "keanggotaan organisasi teroris".

Mengutip dari laporan BBC, Erdogan sempat mengusulkan kembali pemberlakuan hukuman mati -- yang telah dihapus sejak 2004 -- terhadap para konspirator kudeta.

Sebelumnya, pada malam 15 Juli 2016, pejabat militer di Turki mengumumkan bahwa mereka telah mengambil alih negara, ketika tentara menyerbu fasilitas intelijen dan resor liburan tempat Erdogan menginap.

Namun, presiden Erdogan berhasil melarikan diri dan menyampaikan imbauan kepada masyarakat Turki via aplikasi FaceTime untuk menghindari bentrok fisik.

Namun, imbauan itu tidak sepenuhnya digubris, dan bentrokan antara demonstran dan massa pro-Erdogan pun tidak terelakkan. Setidaknya, 260 orang tewas dan 2.200 orang lainnya mengalami luka dalam insiden tersebut.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Menyalahkan Fathullah Gulen

Pascakudeta, Erdogan menyalahkan Fethullah Gulen, seorang ulama Turki yang berpengaruh yang tinggal di pengasingan di AS.

Erdogan telah menuduh pengikut Gulen sebagai pendukung oposisi Turki yang berupaya menyabotase negara.

Presiden Erdogan juga meluncurkan gerakan pembersihan pegawai sipil negara, dengan memecat lebih dari 150.000 orang termasuk polisi, pegawai negeri dan guru.

Selain itu, sekitar 50.000 orang juga ditangkap atas tuduhan mendukung aksi kudeta, puluhan di antaranya termasuk wartawan.

Tahun berikutnya, Erdogan mengonsolidasikan otoritasnya dengan referendum konstitusional yang kontroversial, di mana memberikan presiden Turki kekuatan baru yang lebih luas.

Hal itu, menurut banyak kritikus politik, dianggap sebagai langkah menuju kediktatoran.