Sukses

Palestina Serukan Pengadilan Pidana Internasional Selidiki Kejahatan Israel

Mendesak ICC, merupakan langkah terbaru yang ditempuh Palestina di tengah hubungannya yang mencapai titik terendah dengan Israel.

Liputan6.com, Den Haag - Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Malki pada hari Selasa, menyerukan agar Pengadilan Pidana Internasional (ICC) meluncurkan penyelidikan "segera" atas kejahatan yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina.

Berbicara kepada wartawan di Den Haag, Belanda, Malki mengatakan bahwa kunjungannya ke markas ICC bertujuan untuk menyerahkan rujukan ke Ketua Jaksa Penuntut ICC Fatou Bensouda.

"Ada budaya impunitas di Israel atas kejahatan terhadap warga Palestina. Penyerahan rujukan ini adalah tes yang dilakukan Palestina terhadap mekanisme akuntabilitas internasional dan penghormatan terhadap hukum internasional," ujar Malki seperti dikutip dari Aawsat.com, Rabu (23/5/2018).

Rujukan itu berupaya mendesak penyelidikan terhadap kebijakan-kebijakan Israel di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza sejak negara Palestina menerima yurisdiksi ICC pada tahun 2014, ungkap Malki. Termasuk di dalamnya adalah kebijakan pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, serta pembantaian yang baru-baru ini terjadi, di mana militer Israel menembak mati lebih dari 100 warga Palestina selama protes massal di sepanjang perbatasan Gaza.

ICC telah melakukan penyelidikan awal sejak 2015 atas kejahatan di wilayah Palestina, termasuk kebijakan pemukiman Israel dan kejahatan yang diduga dilakukan oleh kedua pihak dalam konflik Gaza pada tahun 2014.

Rujukan yang diserahkan pada hari Selasa dikabarkan dapat mempercepat keputusan terkait pembukaan penyelidikan penuh yang akhirnya jika terwujud bisa mendakwa sejumlah petinggi Israel. Selain itu, rujukan juga memungkinkan penyelidikan dilanjutkan ke tahap berikutnya tanpa harus menunggu persetujuan hakim.

"Penundaan keadilan lebih lanjut bagi korban Palestina juga sama dengan penolakan keadilan," terang Malki.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Titik Terendah

Mendesak ICC, merupakan langkah terbaru yang ditempuh Palestina di tengah hubungannya yang mencapai titik terendah dengan Israel.

Palestina tidak hanya meradang atas kematian lebih dari 100 warganya yang ditembak mati tentara Israel, namun juga atas pengakuan Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Untuk memperkuat pengakuan tersebut, Amerika Serikat pada 14 Mei lalu meresmikan kedutaan besarnya di Yerusalem.

Merespons langkah pengaduan ke ICC, Israel mempertanyakan vadilitas hukum dari permintaan Palestina.

"Rujukan Palestina tidak sah, dan ICC tidak memiliki yurisdiksi atas persoalan Israel-Palestina karena Israel bukan anggota ICC dan Otoritas Palestina bukanlah sebuah negara," kata Kementerian Luar Negeri Israel melalui sebuah pernyataan.

Israel memang bukan anggota ICC, namun warganya dapat dituntut oleh pengadilan jika mereka dicurigai melakukan kejahatan di wilayah atau terhadap negara yang menjadi anggota ICC. Adapun Palestina, telah diakui diakui sebagai negara anggota oleh ICC.

Persoalan lain, ketika ICC bisa menuntut tersangka, namun lembaga itu tidak memiliki kekuatan penangkapan. ICC harus mengandalkan pada kerja sama dari negara-negara anggota untuk melaksanakan surat perintah penangkapan.

Hingga saat ini, pemukiman Yahudi menjadi persoalan besar antara Palestina-Israel yang belum terselesaikan. Padahal pada tahun 2004, peradilan tertinggi PBB, Mahkamah Internasional, memutuskan bahwa pemukiman Yahudi melanggar hukum internasional.

Dan pada akhir 2016, Dewan Keamanan PBB juga menegaskan bahwa pemukiman adalah ilegal.

Lebih dari 600.00 warga Israel kini tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur -- wilayah yang diinginkan Palestina sebagai bagian dari ibu kota masa depan mereka. Israel merebut kedua wilayah tersebut dari Yordania dalam perang tahun 1967.

Berdasarkan hukum internasional, adalah ilegal untuk memindahkan populasi dari atau ke wilayah pendudukan.

Israel mengklaim Yerusalem Timur sebagai bagian tak terpisahkan dari ibu kotanya -- meski aneksasi wilayah itu tidak diakui secara internasional.