Liputan6.com, Jakarta - Pada hari ini, tahun 1940, setelah 18 hari pengeboman tanpa henti oleh Jerman, raja Belgia hanya diberikan penyerahan tanpa syarat sebagai pilihan. Dan dia mengambilnya.
Pasukan Jerman bergerak ke Belgia pada 10 Mei, sebagai bagian dari serangan barat yang digagas Hitler. Meski didukung oleh pasukan Inggris, sejak awal, Belgia kalah dari sisi jumlah dan persenjataan.
Baca Juga
Penaklukan pertama wilayah Belgia terjadi hanya satu hari setelah invasi, tepatnya ketika penjaga benteng Eben-Emael menyerah. Demikian Today in History seperti dikutip dari History.com.
Advertisement
Adapun Raja Leopold III dari Belgia mencoba untuk menggalang kekuatannya, membangkitkan kemenangan Belgia selama Perang Dunia I. Pasukan Belgia menggempur dengan berani, namun terus menerus dapat dikalahkan.
Pada tanggal 27 Mei, raja Belgia, menyadari bahwa pasukannya telah habis dan bahkan mundur tidak lagi menjadi pilihan. Ia mengirim utusan melalui garis Jerman untuk meminta gencatan senjata. Namun, permintaan itu ditolak. Jerman menuntut penyerahan tanpa syarat.
Pemerintah Belgia yang berada di pengasingannya di Paris, menolak menyerah, namun tak ada gunanya. Belgia tidak memiliki pasukan yang tersisa untuk bertempur.
Di House of Commons, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill membela keputusan Raja Leopold, terlepas dari fakta bahwa menyerahnya Belgia telah membuat celah besar di sebelah timur Dunkirk.
Raja Leopold menolak untuk melarikan diri dari negaranya. Ia ditawan oleh Nazi selama pendudukan mereka dan dikurung di istananya.
Tentara bawah tanah Belgia tumbuh selama pendudukan, salah satu tugas mereka adalah melindungi pelabuhan Antwerp, titik penyediaan yang paling penting bagi pasukan Sekutu di benua Eropa, dari tangan Jerman.
Dalam peristiwa berbeda, tepatnya 28 Mei 1964, Palestine Liberation Organisation atau disingkat PLO didirikan. Itu merupakan lembaga politik resmi bangsa Arab Palestina yang telah mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Kini, PLO dipimpin oleh Mahmoud Abbas.
Lalu pada 28 Mei 1998, Pakistan meledakkan senjata nuklir bawah tanah untuk merespons uji coba peluncuran nuklir India, dua pekan sebelumnya.
Pejabat Pakistan mengungkapkan senjata nuklir tersebut diledakkan di kawasan Baluchistan, dekat perbatasan Afghanistan, sekitar pukul 15.30 waktu setempat. Lokasi peledakan jauh dari permukiman penduduk, sehingga tak ada dampak buruk.
Beberapa menit kemudian, Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif berpidato di hadapan rakyatnya. Dia menegaskan peledakan nuklir merupakan sikap tegas yang dilakukan pihaknya.
Sikap India, menurut Sharif, tak bisa dibiarkan.
"Hari ini adalah hari bersejarah bagi kita semua. Tuhan telah memberikan kita kekuatan untuk mengambil langkah ini sebagai upaya pertahanan negara," ujar Sharif, seperti dimuat BBC.
"Sebenarnya kami tidak pernah ingin ikut berpartisipasi dalam pengembangan nuklir ini, tapi ini menjadi cara kita menunjukkan kepada dunia bahwa kita tidak bisa didikte," imbuhnya.
Sharif menjelaskan langkah pemerintahannya telah didukung penuh oleh semua rakyat Pakistan, demi menyadarkan komunitas internasional yang hanya bungkam saat India melakukan uji coba nuklir.