Sukses

Pengacara Donald Trump: Kim Jong-un Sangat Memohon Pelaksanaan KTT Singapura

Kemarahan Kim Jong-un sebelumnya sempat membuat Donald Trump membatalkan agenda KTT Singapura pada 12 Juni mendatang.

Liputan6.com, Washington, DC - Pengacara Donald Trump, Rudy Giuliani mengatakan, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un "sangat memohon" agar KTT Singapura dijadwal ulang, setelah sebelumnya dibatalkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS).

Berbicara di sebuah konferensi di Israel, Giuliani mengatakan sikap keras Trump telah membuat Pyongyang berpikir dua kali untuk bersitegang dengan Negeri Paman Sam.

Dikutip dari BBC pada Kamis (7/6/2018, Presiden Donald Trump sempat membatalkan agenda pertemuan dengan Kim Jong-un, dan menuduh Korea Utara menunjukkan "kemarahan luar biasa yang berisiko memicu permusuhan terbuka".

Namun, pembatalan tersebut kemudian direvisi setelah Pyongyang menyampaikan tanggapan damai tidak lama setelahnya. KTT antar kedua pemimpin negara pun tetap dilaksanakan pada 12 Juni mendatang di Singapura.

The Wall Street Journal pertama kali melaporkan bahwa Giuliani berkata: "Kim Jong-un kembali dengan tertekuk, dan memohon untuk itu (penjadwalan ulang KTT)."

Rudy Giulani adalah pimpinan tim kuasa hukum Presiden Donald Trump, yang menangani penyelidikan campur tangan Rusia dalam pemilu AS 2016.

Sejauh ini, tidak ada tanggapan dari Kim Jong-un, ataupun perwakilan resmi Korea Utara, terhadap komentar Giulani tersebut.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

2 dari 2 halaman

Dianggap Ancaman Kudeta Berdarah

Sementara itu, Presiden Donald Trump mengatakan kepada publik pada Selasa, 5 Juni 2018, bahwa persiapan agenda KTT Singapura "bergerak dengan sangat baik".

KTT yang akan digelar di Capella Hotel Sentosal Island itu sempat dibatalkan pada Mei lalu, karena Pyongyang bereaksi keras terhadap komentar Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, yang membandingkan situasi Korea Utara serupa dengan Libya.

Bolton mengatakan Pyongyang bisa mengikuti denuklirisasi "model Libya" yang diverifikasi.

Namun oleh pemerintah Korea Utara, hal itu dianggap seperti ancaman kudeta berdarah yang menimpa pemimpin Libya, Moammar Khadafi, beberapa tahun setelah menyepakati denuklirisasi yang didesak pihak Barat.