Sukses

Lebih Pendek dari PM Kanada, Donald Trump Dituding Palsukan Laporan Kesehatannya

Karena kedapatan lebih pendek dari Perdana Menteri Kanada, Presiden Donald Trump dituding memalsukan laporan kesehatannya.

Liputan6.com, Washington DC - Profil kesehatan terbaru Donald Trump, yang dirilis oleh Gedung Putih pada Januari lalu, menyebut bahwa presiden Amerika Serikat (AS) ke-45 itu memiliki tinggi 6,3 kaki, atau sekitar 191 sentimeter.

Namun menurut pengamatan pada foto-foto yang memuat pertemuan dirinya dengan para pemimpin negara kelompok ekonomi G7, Presiden Trump justru tampak lebih pendek dari Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau.

Dikutip dari News.com.au pada Senin (11/6/2018), Donald Trump terlihat lebih pendek dari PM Trudeau yang memiliki tinggi 6,2 kaki, atau setara 188 sentimeter.

Meski terlihat sepele, namun oleh beberapa pihak, perbedaan tinggi tersebut diduga menjadi alasan Presiden Trump untuk menepis kritik yang menyebutnya kelebihan berat badan.

Banyak kritik menyebut Trump sengaja melebih-lebihkan tinggi tubuhnya, agar jika dikalkulasikan dalam indeks massa tubuh, ia berada jauh dari kategori obesitas.

Menurut catatan fisiknya, Donald Trump memiliki berat 239 pound (setara 108 kilogram), yang menjadikan indeks massa tubuhnya berada di posisi 29,87.

Namun, jika benar terbukti lebih pendek dari PM Kanada, maka BMI "raja properti" tersebut naik 1-2 poin dari angka sebelumnya, di mana hal ini berarti Presiden Donald Trump masuk dalam kategori "obesitas tingkat satu".

Awal tahun ini, Presiden Donald Trump menghabiskan waktu sekitar tiga jam, melakukan pemeriksaan kesehataan rutin di Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed di Maryland.

Hasil pemeriksaan kesehatan itu, disebut oleh dokter Gedung Putih Ronny Jackson, sebagai hal yang "sangat baik".

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

2 dari 2 halaman

Menjadi Perhatian dalam 2 Tahun Terakhir

Sementara itu, isu kesehatan Presiden Donald Trump terus menerus menjadi pembahasan publik selama dua tahun terakhir.

Sedikit kilas balik ketika Trump bersaing ketat dengan pesaingnya, Hillary Clinton, dalam kampanye pemilu presiden 2016.

Kala itu, Hillary Clinton kerap diserang oleh kubu Republik yang menjadi lawannya, terkait fakta bahwa ia pernah jatuh pingsan saat menghadiri salah satu upacara peringatan tragedi 11 September.

Insiden yang terjadi pada beberapa tahun lalu itu menjadi pemberitaan di seantero jagat. Hal itu juga sekaligus menjadi senjata andalan Trump "untuk melemahkan" Clinton.

Seperti terkena karma, kubu Republik pun kemudian didesak oleh Clinton untuk memperlihatkan caatan kesehatan Trump. Sebab, kubu Demokrat menganggap, ada yang disembunyikan oleh pihak sang miliarder nyentrik.