Liputan6.com, Singapura - Melania, Ivanka, atau Ri Sol-ju tak muncul di lokasi pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un di Capella Hotel, Pulau Sentosa, Singapura. Meski ikut dalam sesi makan siang bersama, adik pemimpin Korut, Kim Yo-jong tak dilibatkan dalam sesi dialog.
Namun, ada seorang perempuan yang kemunculannya menarik perhatian. Ia adalah satu-satunya kaum Hawa yang berada dalam ruangan bersama Donald Trump, Kim Jong-un, dan sejumlah pejabat elite AS dan Korut.
Siapa dia?
Advertisement
Seperti dikutip dari laman Time, Rabu (13/6/2018), perempuan tersebut adalah Lee Yun-hyang, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Kala itu, ia mendapat mandat menjadi penerjemah.
Selain menjadi juru bicara, ia juga mengepalai divisi layanan penafsiran Departemen Luar Negeri AS. Sosoknya dinilai menjadi "pahlawan tanpa tanda jasa" dalam negosiasi tersebut.
Baca Juga
"Ia tidak mencoba untuk menjadi bintang dalam KTT tersebut," kata Frank Aum, seorang ahli Korea Utara di Institut Perdamaian AS di Universitas Johns Hopkins, soal sosok Lee Yun-hyang.
Lee sudah cukup lama bekerja di Departemen Luar Negeri dan Gedung Putih, sejak era pemerintahan Presiden George W. Bush dan Barack Obama.
Lee bahkan dilaporkan ikut hadir bersama Trump beberapa waktu lalu untuk menyambut tiga WN AS yang dibebaskan oleh Korea Utara.
Perempuan tersebut dianggap berjasa menjembatani komunikasi antara Donald Trump dan Kim Jong-un.
Lee Yun-hyang dilaporkan memperoleh gelar master bidang interpretasi dan terjemahan dari Hankuk University of Foreign Studies di Seoul, Korea Selatan.
Ia juga menerima gelar Ph.D. dari Faculty of Translation and Interpreting di University of Geneva pada 2009.
Sebelum bekerja untuk Deplu AS, ia sempat mengajar di Monterey Institute of International Studies di Middlebury College, California, dan Ewha University di Korea Selatan, serta tergabung dalam International Association of Conference Interpreters.
Saksikan video pilihan terkait pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump di bawah ini:
Pekerjaan yang Berat
Meskipun memiliki keahlian yang mumpuni, tugas Lee menjembatani komunikasi Kim Jong-un dan Donald Trump sama sekali tak mudah. Apalagi kedua pemimpin sempat terlibat perang retorika dan saling ancam.
Salah-salah, terjemahan yang keliru bisa bikin situasi tambah runyam. Lee sangat menyadari risiko itu.
Pada tahun 2015, ia mengatakan pada surat kabar Korea Selatan, JoongAng Ilbo, tak ada yang pasti dalam bahasa diplomatik. Bahkan, kata "Ya" atau "Tidak", artinya bisa abu-abu alias tak jelas.
Tantangan seorang penerjemah lainnya adalah, bagaimana menerjemahkan hal-hal kecil, lelucon, bahasa gaul atau slang, atau bahasa sehari-hari yang digunakan pemimpin dunia yang berbeda latar belakang, bahasa, dan budaya.
Soal itu, Frank Aum kembali memuji keahlian Lee. "Ada sejumlah lelucon yang diterjemahkan Lee. Ia punya kemampuan memahami atmosfer pertemuan dan bahwa pesan yang ingin disampaikan presiden AS Donald Trump digambarkan secara akurat, begitu pula sebaliknya," ujar Aum.
Advertisement