Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan sulit bagi negaranya untuk mempertahankan kesepakatan nuklir 2015 --yang ditandatangani oleh sejumlah negara besar, jika pihaknya tidak mendapat keuntungan.
Dikutip dari VOA Indonesia pada Rabu (13/6/2018), Rouhani mengaku telah berbicara langsung dengan Presiden Prancis Emmannuel Macron, bahwa perjanjian itu harus bisa menemukan solusi lain bagi Iran pasca-hengkangnya AS dari perjanjian terkait, yang berakibat pada penundaan pencabutan sanksi internasional.
Advertisement
Baca Juga
Dalam kesepakatan nuklir 2015, yang dicapai oleh pemerintahan Presiden Barack Obama dengan beberapa negara maju, menyepakati bahwa sanksi-sanksi internasional atas Iran dicabut, dengan syarat berkenan menghentikan kegiatan nuklirnya.
Keputusan Trump menarik AS keluar dari perjanjian itu menyebabkan Perancis, Jerman dan Inggris --negara lain dalam kesepakatan nuklir 2015-- harus berusaha keras untuk menjamin supaya Iran mendapat cukup insentif keuangan, guna mematuhi komitmen yang telah dibuat.
Rouhani menulis dalam situs resminya: “Kita jangan membiarkan kesuksesan diplomasi yang hebat ini dirusak oleh tindakan sepihak, yang dilakukan orang tertentu, yang tidak menaati janji-janjinya.”
Simak video pilihan berikut:
Dukungan China dan Rusia
Sementara itu, Presiden China Xi Jinping, berbicara kepada Rouhani, menyatakan ia "menyesalkan" keputusan Washington, yang menarik diri dari kesepakatan nuklir.
"China bersedia bekerja dengan Rusia dan negara-negara lain untuk melestarikan JCPOA," kata Presiden Xi.
Di lain pihak, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow masih mendukung kesepakatan nuklir Iran yang baru-baru ini ditinggalkan Trump.
Penarikan AS, katanya, "dapat semakin mengacaukan situasi" tetapi Rusia mendukung "implementasi tanpa syarat" dari perjanjian itu.
Kesepakatan Nuklir Iran menjadikan Teheran setuju untuk membatasi pengayaan uranium, yang dikhawatirkan Barat dapat digunakan untuk membangun senjata pemusnah massal.
Bagi Iran, yang telah lama mempertahankan program atomnya untuk tujuan damai, kesepakatan itu berpotensi melepaskan belenggu sanksi pada kehidupan ekonominya, dan membuka akses penjualan minyaknya ke luar negeri.
Advertisement