Sukses

Donald Trump: Kim Jong-un Pria Tangguh, tapi...

Presiden AS Donald Trump menyampaikan pujian kepada Kim Jong-un, sehari setelah bertemu pada 12 Juni 2018 di Singapura.

Liputan6.com, Washington, D.C - Sehari setelah pertemuan di Singapura pada Rabu 12 Juni 2018, Presiden AS Donald Trump menyampaikan pujian kepada Kim Jong-un. Ia menyebut sang pemimpin Korea Utara sebagai pria tangguh, mengesampingkan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan diktator tersebut.

Dalam sebuah wawancara di Fox News Channel (FNC), Donald Trump menceritakan pertemuan singkatnya dengan Kim Jong-un di Singapura.

"Saya pikir kami memiliki hubungan yang sangat baik. Kami saling memahami," kata Trump dalam program "Special Report" FNC yang dikutip dari New York Post, Kamis (14/6/2018).

Pewawancara FNC, Bret Baier kemudian mendesak Trump tentang catatan hak asasi manusia Korea Utara yang suram. "Tapi dia (Kim) melakukan beberapa hal yang sangat buruk," ucapnya.

"Ya, tapi ada begitu banyak orang lain yang juga melakukan hal sangat buruk," jawab Trump. "Maksudku, tak sedikit negara yang juga banyak melakukan hal buruk."

Kim Jong-un berkuasa setelah kematian sang ayah pada Desember 2011, "Dear Leader" Kim Jong Il. Sang kakek, "Great Leader" Kim Il Sung, adalah penguasa pertama Korea Utara.

Kepada Trump, Baier kembali menegaskan bahwa jalan menuju tampuk kekuasaan Kim Jong-un melibatkan pembunuhan saingannya. Namun Trump tetap tak mempermasalahkan hal tersebut.

Menurut Amnesty International, Korea Utara memiliki hingga 120.000 tahanan politik yang diasingkan di gulag, di mana mereka menjalani kerja paksa dan disiksa. Namun, Trump malah memuji Kim Jong-un atas keberhasilannya mengkonsolidasikan kekuasaan.

"Hei, dia pria yang tangguh. Ketika Anda mengambil alih sebuah negara --negara yang tangguh, rakyat yang tangguh -- dan Anda mengambil alih dari ayah Anda, saya tidak peduli siapa Anda, seberapa banyak keuntungan yang Anda miliki," kata Trump.

"Jika Anda bisa melakukannya pada usia 27 tahun... hanya satu dari 10.000 orang yang bisa melakukan itu. Jadi dia pria yang sangat pintar. Dia seorang negosiator yang hebat," puji Trump.

Selasa 12 Juni, Donald Trump menjadi presiden AS pertama yang bertemu dengan penguasa Korea Utara di Singapura untuk membahas denuklirisasi menyeluruh di negara pimpinan Kim Jong-un.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Donald Trump: Saya Percaya pada Kim Jong-un

Sebelumnya, hanya butuh waktu lima jam bagi Donald Trump untuk mempercayai sosok Kim Jong-un yang pernah ia juluki sebagai 'Little Rocket Man'.

Meski awalnya terkesan menjaga jarak, pertemuan keduanya yang berlangsung sekitar pukul 09.00 hingga 14.00 waktu Singapura berjalan dengan baik. Mereka bersalaman, duduk bersama, mengadakan pertemuan, makan siang bareng, dan berjalan-jalan di taman Capella Hotel. Donald Trump bahkan memamerkan mobil kepresidenan 'The Beast' pada Kim Jong-un.

Saat berpisah, keduanya saling berjabat tangan erat, jauh lebih relaks dan akrab daripada ketika bertemu.

Saat ditanya, apakah Donald Trump mempercayai Kim Jong-un, sang miliarder menjawab, "Saya percaya. Menurut saya, dia akan menyelesaikannya."

Trump yakin benar, Kim Jong-un akan memenuhi perjanjian yang telah disepakati bersama dalam dokumen hasil KTT AS-Korea Utara.

"Dia (Kim Jong-un) sangat tegas dan faktanya ia ingin melakukannya. Saya pikir mereka (pihak Korut) ingin melakukannya lebih dari itu, bahkan lebih dari saya. Mereka ingin masa depan yang lebih  cerah untuk Korea Utara," kata dia.

 

Pujian untuk Kim Jong-un

Puja dan puji diberikan Donald Trump untuk Kim Jong-un, salah satunya soal kemampuan pemimpin 'belia' itu menjalankan pemerintahan negara dalam usia muda.

Hal itu disampaikan Donald Trump saat ditanya soal taktik brutal rezim Kim Jong-un pada rakyatnya dan pada mereka yang dinilai bakal menggoyang kekuasaannya -- bahkan keluarganya sendiri sekalipun.

"Ia sangat berbakat," kata Donald Trump.

Berbeda dengan Donald Trump yang dipilih secara demokratis dalam Pilres AS 2016, Kim Jong-un mewarisi kekuasaan dari ayahnya Kim Jong-il dan sang kakek, Kim Il-sung pada 2011. Kala itu, ia dilaporkan baru berusia 26 tahun.

Meski menjanjikan denuklirisasi di Semenanjung Korea, tak ada satu pun poin dalam kesepatakan dengan AS yang menyebut soal nasib rakyat Korea.

Namun, dalam poin keempat AS dan Korea Utara berkomitmen untuk memberikan pemulihan terhadap tawanan perang yang tersisa, termasuk penyegeraan repatriasi bagi mereka yang telah teridentifikasi.

Donald Trump mengklaim, 100 ribu orang Korut yang ditahan di kamp kerja paksa (gulag) adalah akan menjadi pihak yang diuntungkan dari KTT di Singapura. Â