Liputan6.com, Singapura - Korea Utara telah mempublikasikan serangkaian foto dan video mengenai pertemuan bersejarah antara pemmpin mereka Kim Jong-un dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Singapura pada 12 Juni lalu.
Foto dan video yang dipublikasikan itu beragam, termasuk salah satu adegan yang dianggap aneh dan menuai kritik bagi sejumlah pihak.
Dalam salah satu cuplikan video yang ditayangkan oleh televisi nasional Korea Utara (KCNA), Trump dan salah seorang jenderal senior Korea Utara sempat mengalami kebingungan untuk menyapa satu sama lain.
Advertisement
Di saat Presiden Trump mengulurkan tangan untuk berjabatan, Menteri Angkatan Bersenjata Korea Utara Jenderal No Kwang-chol malah memberi hormat.
Kemudian, ketika Trump kemudian mengangkat tangan untuk membalas hormat, Jenderal No Kwang-chol berganti sikap seperti orang yang hendak berjabat tangan.
Setelah melalui sejumlah kebingungan dan miskomunikasi tersebut, akhirnya keduanya berhasil berjabatan tangan.
Baca Juga
Menuai Kritik
Langkah Donald Trump yang memberi hormat kepada No Kwang-chol, seorang jenderal dari negara otoriter seperti Korea Utara, justru menuai kritik. Demikian seperti dikutip dari ABC Indonesia (17/6/2018).
Apalagi, Korea Utara memiliki sejarah panjang pelanggaran hak asasi manusia menimbulkan banyak pertanyaan dan kritik.
Anggota DPR Amerika Serikat, Tim Walz dari Partai Demokrat mengunggah sebuah Twit yang menunjukkan kritik terhadap sikap Donald Trump memberi hormat kepada No Kwang-chol.
I’ve saluted many times in my life. This sure as hell wouldn’t have been one. Awful. https://t.co/t5JPKEf3lV
— Rep. Tim Walz (@RepTimWalz) June 14, 2018
Sementara itu, Jean H Lee, seorang pakar Korea Utara di Woodrow Wilson Centre Washington memprediksi bahwa cuplikan video itu, yang menunjukkan Trump memberi hormat kepada No Kwang-chol, akan digunakan sebagai materi propaganda oleh rezim Kim Jong-un.
"Ini adalah peristiwa yang akan digunakan berulang kali dalam propaganda Korea Utara sebagai 'bukti' bahwa Presiden Amerika Serikat menghormati militer Korea Utara." kata Jean H Lee kepada surat kabar The Washington Post.
"Dan hal itu akan dilihat sebagai kemenangan militer oleh warga Korea Utara," tambahnya.
Di sisi lain, Sekretaris Press Gedung Putih Sarah Sanders berdalih bahwa Presiden Donald Trump hanya menunjukkan 'penghormatan umum.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Isi Perjanjian yang Ditandatangani Donald Trump dan Kim Jong-un
Donald Trump dan Kim Jong-un melaksanakan pertemuan bersejarah di Singapura pada Selasa, 12 Juni lalu. Hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-Korea Utara tersebut dituangkan dalam sebuah dokumen kesepakatan yang ditandatangani kedua pemimpin.
"Presiden Trump dan Pemimpin Kim Jong-un melakukan pertukaran pandangan yang komprehensif, mendalam dan tulus terkait isu-isu tentang pembentukan relasi yang baru antara AS dan Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) dan pembentukan rezim perdamaian yang abadi dan kuat di Semenanjung Korea," demikian tertulis dalam perjanjian tersebut.
"Presiden Trump berkomitmen untuk memberikan jaminan keamanan kepada DPRK. Dan, Pemimpin Kim Jong-un menegaskan kembali komitmennya yang kuat dan kukuh melaksanakan denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea."
Agar lebih jelas, berikut 4 poin perjanjian yang ditandangani Kim Jong-un dan Donald Trump:
1. AS dan Korea Utara berkomitmen untuk membangun hubungan AS - DPRK yang baru, yang selaras dengan keinginan masyarakat kedua negara demi perdamaian dan kesejahteraan
2. Kedua negara akan berusaha bersama-sama untuk membangun rezim yang lestari, stabil, dan damai di Semenanjung Korea.
3. Mengafirmasi kembali Deklarasi Panmunjom 27 April 2018, di mana Korea Utara berkomitmen berupaya menuju denuklirisasi secara menyeluruh di Semenanjung Korea."
4. AS dan Korea Utara berkomitmen untuk memberikan pemulihan terhadap tawanan perang yang tersisa, termasuk penyegeraan repatriasi bagi mereka yang telah teridentifikasi.
Sebelumnya, Donald Trump mengatakan, proses denuklirisasi Korea Utara saat ini sedang dimulai. Saat ditanya apakah Kim Jong-un menyetujui syarat denuklirisasi, ia menjawab, "Kami memulai proses itu dengan sangat cepat, sangat, sangat cepat."
Advertisement