Sukses

Amnesty International Imbau Komunitas Global Bantu 900 Ribu Pengungsi Rohingya

Lembaga pemerhati HAM Amnesty International mengimbau khalayak untuk segera membantu 900 ribu pengungsi Rohingya.

Liputan6.com, Naypyidaw - Memperingati Hari Pengungsi Sedunia yang jatuh pada Rabu, 20 Juni 2018, kelompok pemerhati HAM Amnesty International menyerukan kepada masyarakat internasional, untuk menyediakan bantuan bagi lebih dari 900 ribu pengungsi Rohingya di Bangladesh.

Imbauan itu disampaikan di tengah kekhawatiran terjadinya bencana lingkungan, aksi kekerasan berbasis gender dan potensi perdagangan manusia di kamp-kamp pengungsi. Demikian sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Kamis (21/6/2018).

Menurut PBB, sekitar 200 ribu pengungsi "berisiko terkena dampak tanah longsor dan banjir saat musim hujan", yang saat ini, dilaporkan telah merusak lebih dari 3.000 lokasi penampungan.

Rohingya adalah kelompok etnis beragama Muslim, yang selama berabad-abad telah tinggal di bagian tenggara Myanmar.

Meski demikian, Myanmar tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara. Sebaliknya, pemerintah setempat tetap memandang mereka sebagai imigran ilegal asal Benggala, yang melintasi perbatasan sejak masa pemerintahan kolonial Inggris.

Sebuah undang-undang pada tahun 1982 menetapkan status itu dan menjadikan warga Rohingya di Myanmar tidak memiliki kewarganegaraan.

Pada tahun 2017, lebih dari 600 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh karena aksi kekerasan oleh milisi Myanmar.

Hal itu membuat banyak pemimimpin dunia, antara lain Perdana Menteri Inggris Theresa May dan Menteri Luar Negeri Amerika ketika itu Rex Tillerson, mengecam negara itu karena dituding "ikut ambil bagian dalam pembersihan etnis."

 

Simak video pilihan berikut:

 

2 dari 2 halaman

Kerjasama PBB dan Myanmar

Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemerintah Myanmar telah menandatangani memorandum proses pemulangan kembali (repatriasi) ratusan ribu pengungsi beretnis Rohingya yang melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine tahun lalu.

Penandatanganan memorandum itu dilaksanakan di Yangon awal bulan ini, menjadikannya pakta pertama yang disepakati oleh kedua belah pihak setelah hampir satu tahun krisis kemanusiaan di Rakhine, Myanmar pecah pada Agustus 2017 lalu.

Dalam memorandum itu, kedua belah pihak berjanji untuk menciptakan kondisi repatriasi lebih dari 700.000 pengungsi Rohingya secara "Kondusif, sukarela, aman, bermartabat, dan berkelanjutan". Demikian seperti dikutip dari Los Angeles Times.

Saat ini diketahui, sejumlah besar etnis Rohingya yang melarikan diri terkonsentrasi di kamp pengungsi di Cox Bazaar, Bangladesh --yang berbatasan dengan Rakhine, Myanmar. Sementara sebagian kecil lainnya tersebar di beberapa kamp pengungsi di negara bagian lain di Myanmar, seperti di Sittwe salah satunya.

Di sisi lain, pemerintah Myanmar akan mengizinkan lembaga PBB untuk masuk ke Rakhine untuk pertama kalinya sejak Agustus 2017 --setelah selama setahun terakhir, Naypydaw melarang penyelidik PBB untuk masuk ke negara bagian itu.