Sukses

Ribuan Surat Suara Raib Jelang Pencoblosan Pilpres Meksiko

Ribuan surat suara diduga hilang dicuri dalam dua insiden terpisah selama dua hari terakhir. Insiden ini menimbulkan tanda tanya besar terhadap proses pemilu di Meksiko.

Liputan6.com, Mexico City - Lebih dari 11 ribu surat suara yang disediakan untuk negara bagian Tabasco raib. Insiden ini terjadi menjelang pencoblosan pilpres Meksiko yang jatuh pada 1 Juli 2018.

Sebelum kejadian itu, pejabat dari National Electoral Institute melaporkan bahwa ada sebuah truk yang memblokir jalan raya dan menghentikan perjalanan mereka.

Dari dalam truk, muncul sekelompok orang bersenjata dan langsung menggeledah kendaraan tersebut. Orang-orang itu juga mencuri paket surat suara.

Seluruh staf tidak terluka, tetapi sebanyak 8.204 surat suara dirusak oleh pelaku pencegatan.

Sementara itu, menurut media lokal, para pejabat juga melaporkan bahwa lebih dari 8.000 surat suara diambil dan dibakar di negara bagian Oaxaca, sebelah barat daya Meksiko, pada Selasa.

Lembaga Pemilu Oaxaca menegaskan bahwa pihaknya berencana mencetak kembali surat suara yang hancur. Dalam sebuah pernyataan, mereka menyampaikan akan melakukan "langkah-langkah dan tindakan yang diperlukan agar surat suara yang terbakar bisa dicetak ulang, tepat waktu sebelum pemungutan suara".

Ada kemungkinan sekitar 100 dari 157 ribu tempat pemungutan suara akan ditutup untuk pencoblosan pada 1 Juli. Hal ini lantaran petugas pemilu mengalami masalah dalam menyiapkan TPS di beberapa negara bagian di Meksiko.

"Jumlah bilik suara yang bermasalah telah meningkat, tetapi ini bukan sesuatu yang menghalangi jalannya pemilu," kata Marco Antonio Baños, seorang anggota komisi pemilu.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kasus Kekerasan di Meksiko Meningkat

Meksiko mencatat rekor angka pembunuhan tertinggi di negaranya, yakni 29.168 kasus di sepanjang 2017, sebagaimana laporan resmi Kementerian Dalam Negeri setempat.

Dilansir dari laman Time, Senin (22/1/2018), jumlah kasus pembunuhan tersebut lebih tinggi dari angka kasus serupa yang terjadi pada 2011 lalu, saat puncak kekerasan yang terjadi dalam upaya pemberantasan kartel obat-obatan terlarang oleh pemerintah Meksiko.

Ini merupakan jumlah korban pembunuhan tertinggi sepanjang sejarah Meksiko, sejak negeri itu mulai mencatat hal terkait pada 1997 silam, dan mencatat kenaikan jumlah kasus yang drastis pada 2011.

Berdasarkan laporan Associated Press, rata-rata jumlah kasus pembunuhan di Meksiko dapat dijabarkan dalam skala 20,5 pembunuhan di setiap 100 ribu jiwa, naik setingkat lebih tinggi dari angka terkait di tahun 2011, yakni 19,4.

Angka rata-rata kasus pembunuhan di Meksiko sebenarnya berada cukup jauh di bawah Brasil dan Kolombia, yang masing-masing berada di angka 27. Hal tersebut juga masih jauh di bawah rata-rata angka pembunuhan di Venezuela (57), atau El Salvaldor (60,8), tulis AP.

"Angka kasus pembunuhan per 100.000 jiwa hanya didasarkan pada jumlah penyelidikan polisi, bukan total jumlah kasus individu, sehingga ada kemungkinan kuat jumlahnya lebih tinggi," jelas analis keamanan Meksiko, Alejandro Hope, seraya menyebut masih banyaknya kasus pembunuhan yang tidak terungkap tuntas di luar kota-kota besar Negeri Sombrero itu.

"Kekerasan yang terjadi di Meksiko disebabkan oleh banyak hal, di mana perdagangan obat-obatan terlarang termasuk salah satunya," lanjut Hope menjelaskan.

Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto telah menjanjikan kampaye pemberantasan kekerasan yang dilakukan oleh kartel obat-obatan terlarang pada medio 2006 hingga 2012 lalu.

Namun, pemerintahannya hanya melihat kemerosotan sementara angka kasus pembunuhan antara 2012 hingga 2016.

Baru-baru ini, tepatnya awal Januari lalu, tercatat enam orang dilaporkan terbunuh secara mengenaskan di sebuah wilayah di negara bagian Veracruz di tepi Teluk Meksiko. Keenam korban meninggal tersebut diduga kuat terbunuh dalam sengketa kekerasan antar geng kriminal.

Isu perdagangan obat-obatan terlarang dan eksistensi para geng kriminal masih akan menjadi perhatian serius pemerintah di sepanjang 2018. Bahkan, isu ini diyakini akan menjadi bahan perdebatan paling panas menjelang penyelenggaraan pemilu presiden pada Juli mendatang.

Salah satu kandidat terpopuler dalam pemilu terkait adalah mantan Wali Kota Mexico City, Andres Manuel Lopez, yang telah lama dikenal dikenal sangat mendukung perang terhadap kekerasan akibat persaingan antar geng kriminal di Meksiko.