Sukses

Pejabat AS: Diam-Diam Rezim Kim Jong-un Produksi Uranium untuk Senjata Nuklir

Klaim Donald Trump bahwa rezim Kim Jong-un tak lagi menjadi ancaman nuklir, mungkin tak sesuai kenyataan.

Liputan6.com, Washington DC - Klaim Donald Trump bahwa rezim Kim Jong-un tak lagi menjadi ancaman nuklir, mungkin tak sesuai kenyataan.

Meski dalam tujuh bulan terakhir Pyongyang tak meluncurkan rudal atau melakukan uji coba nuklir, laporan terbaru menyebut, Korea Utara diduga terus melakukan pengayaan uranium yang bisa digunakan untuk senjata pemusnah massal.

Produksi uranium yang diperkaya isotopnya itu diduga dilakukan di sejumlah lokasi rahasia dalam beberapa bulan terakhir.

Informasi tersebut didasarkan pada penilaian intelijen AS terbaru, menyusul publikasi foto satelit CNN awal pekan ini yang menunjukkan perluasan kerja di lokasi penelitian nuklir di Korea Utara.

Laporan tersebut dibenarkan sejumlah pejabat yang akrab dengan penilaian intelijen, seperti dilaporkan NBC News.

"Tidak ada bukti bahwa mereka mengurangi stok (uranium), atau bahwa mereka telah menghentikan produksinya," kata seorang pejabat kepada NBC, seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (30/6/2018). "Ada bukti yang kuat bahwa mereka mencoba untuk menipu AS."

Sudah lama diduga bahwa Korea Utara telah mendirikan pabrik pengayaan uranium di setidaknya satu situs rahasia yang terpisah dari kompleks Yongbyon.

Seorang pejabat intelijen lain kepada NBC News mengatakan, ada banyak hal yang berusaha disembunyikan oleh rezim Kim Jong-un. "Untuk menipu kami tentang jumlah fasilitas, jumlah senjata, jumlah rudal," kata dia. 

Segera setelah citra satelit menunjukkan perbaikan yang cepat di fasilitas riset nuklir di Yongbyon, lebih sulit bagi Donald Trump untuk mengklaim bahwa pertemuannya dengan Kim Jong-un di Singapura bulan ini berhasil.

Tidak satu pun dari janji yang diklaim oleh Donald Trump akan diwujudkan Kim Jong-un -- penghancuran semua situs uji coba mesin rudal, dan pemulangan jenazah tentara AS yang tewas dalam perang Korea -- telah terbukti sejauh ini.

Pernyataan bersama yang ditandatangani oleh Donald Trump dan Kim Jong-un di Singapura juga tak rinci. Korut berjanji "mewujudkan denuklirisasi" -- yang sejatinya sudah menjadi kebijakan teoritis Pyongyang sejak 1992.

Rezim tersebut bisa jadi menafsirkannya sebagai proses bersama jangka panjang di mana AS juga akan melucuti senjata nuklirnya.

 

Saksikan video menarik terkait Kim Jong-un berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Menlu AS Akan ke Pyongyang

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo dilaporkan akan berkunjung ke Pyongyang pada Juli 2018, untuk melanjutkan proses negosiasi dengan Pemerintah Korut, dengan harapan bisa membujuk rezim Kim Jong-un untuk membuat komitmen yang lebih spesifik terkait perlucutan senjata nuklir.

Sebelumnya, hanya dua minggu setelah KTT AS-Korut, Mike Pompeo mengatakan kepada panel Senat bahwa Korea Utara masih tetap menjadi ancaman nuklir.

Kala itu, dia mengaku yakin, Donald Trump bermaksud mengatakan ancaman itu berkurang, bukan sama sekali tak ada.

"Saya yakin apa yang (Donald Trump) maksudkan adalah, 'Kami mengurangi ancaman tersebut'," kata Pompeo. "Saya tidak berpikir ada keraguan tentang itu."

Sementara itu, citra satelit bertanggal 21 Juni 2018 menunjukkan peningkatan di situs fasilitas penelitian nuklir utama di Korea Utara.

Analis di 38 North, yang melacak aktivitas Korea Utara, mengatakan gambar itu mengungkapkan bahwa perbaikan infrastruktur di Pusat Penelitian Ilmiah Nuklir Yongbyon Korea Utara terus berlanjut dengan cepat.