Sukses

Donald Trump: Kesepakatan Nuklir dengan Kim Jong-un Kemungkinan Tak Berhasil

Presiden Donald Trump mengatakan bahwa kesepakatan nuklir dengan Kim Jong-un memiliki kemungkinan tidak berhasil. Kenapa demikian?

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pada Minggu, 1 Juli 2018, bahwa kesepakatan yang ia klaim mengakhiri ancaman nuklir Korea Utara, ada kemungkinan tidak berhasil.

Sehari setelah muncul laporan bahwa Pyongyang meningkatkan produksi uranium di situs-situs rahasinya, Fox Business merilis hasil wawancara dengan Presiden Trump, yang menekankan apakah ia percaya Kim Jong-un memiliki "chemistry yang hebat", atau melakukan penegasan kembali terhadap komitmen penghentian program nuklir Korea Utara.

"Saya membuat kesepakatan dengannya, saya berjabat tangan dengannya, saya benar-benar percaya dia melakukannya (komitmen penghentian nuklir)," kata Trump, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Senin (2/7/2018).

"Sekarang, mungkinkah? Apakah saya pernah berurusan dengan Anda, pernahkah Anda berada dalam berbagai hal di mana, orang-orang tidak berhasil? Itu mungkin," kata dia.

Kata-kata Donald Trump di atas, oleh beberapa pengamat, disebut membalikkan apa yang pernah diucapkannya ketika kembali dari Singapura, bahwa Kim Jong-un sepakat membawa Korea Utara mengakhiri ambisi nuklirnya.

"Baru saja mendarat - perjalanan panjang, tetapi semua orang sekarang bisa merasa jauh lebih aman dibandingkan ketika pertama kali saya menjabat," twit Trump pada 13 Juni lalu.

"Tidak ada lagi Ancaman Nuklir dari Korea Utara. Bertemu dengan Kim Jong-un adalah pengalaman yang menarik dan sangat positif. Korea Utara memiliki potensi besar untuk masa depan!" lanjut twit-nya.

Masih dalam wawancara dengan Fox, Presiden Trump disebut berupaya mengecilkan dugaan biaya yang digunakan untuk melakukan perjalanan ke Singapura, dan menyebut negosiasinya dengan Korea Utara berhasil dicapai tanpa konsensi.

"Kami tidak memberikan apa pun," katanya. "Pikirkan ini. Apa yang saya lakukan, sungguh, ketika Anda memikirkannya? Saya pergi ke sana. Jadi koran-koran mengatakan, 'Dia pergi', oh, maksud saya pergi ke Singapura. Jadi kami mengadakan pertemuan. Kami tidak melakukan (pembayaran berlebih) apa pun," jelas Trump.

Dalam wawancara itu, Presiden Trump juga mengatakan dengan bangga bahwa pemerintahannya telah mengakhiri berbagai latihan militer bersama dengan Korea Selatan, yang bertujuan menjaga diri dari ancaman nuklir besutan Kim Jong-un.

Latihan perang yang disebut "permainan perang" itu, menurut Donald Trump, telah memakan biaya yang sangat mahal.

"Mereka (peserta latihan perang) menjatuhkan bom di berbagai tempat setiap enam bulan sekali. Luar biasa mahal untuk melakukan itu. Pesawat terbang dari Guam, pengebom besar. Ini gila".

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Masih Bisa Dibongkar dalam Setahun

Sementara itu, penasihat keamanan nasional pada pemerintahan Donald Trump, John Bolton, bersikeras bahwa program nuklir Korea Utara masih bisa dibongkar dalam waktu satu tahun.

NBC News dan Washington Post melaporkan bahwa ada upaya Korea Utara untuk menyembunyikan kerja nuklir.

Awal pekan ini, kelompok pemantau sepak terjang Korea Utara, North 38, melaporkan bahwa Korea Utara telah membuat perbaikan yang cepat terhadap salah satu reaktor nuklirnya.

Muncul di acara Face the Nation di stasiun televisi CBS, Bolton mengatakan dia tidak ingin mengomentari laporan atau "apa pun yang berhubungan dengan intelijen".

Bolton mengatakan Trump tidak sedang dipermainkan oleh Kim Jong-un, dan "sangat menyadari pola perilaku Korea Utara selama beberapa dekade bernegosiasi dengan Amerika Serikat".

"Kami telah mengembangkan sebuah program, ... tentang bagaimana membongkar semua WMD (senjata pemusnah massal) dan program rudal balistik dalam setahun," kata Bolton.

"Jika mereka memiliki keputusan strategis yang sudah dibuat untuk melakukan itu dan mau bekerja sama, kami dapat bergerak sangat cepat," dia menambahkan.

"Itu adalah keuntungan bagi Korea Utara, karena kemudian penghapusan bantuan sanksi oleh Korea Selatan dan Jepang dan yang lainnya dapat mulai dilakukan," dia menjelaskan.

Di lain pihak, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dijadwalkan kembali bertemu dengan Kim Jong-un di Pyongyang pada pekan ini.