Sukses

Beli Barang Tak Resmi di Pantai Italia, Pengunjung Terancam Denda Hingga Rp 117 Juta

Pemerintah Italia akan menerapkan aturan denda hingga Rp 117 juta jika ketahuan membeli barang palsu di berbagai kawasan wisata pesisir.

Liputan6.com, Roma - Segera di tahun ini, para turis yang membeli barang dari pedagang tidak resmi di berbagai pantai di Italia, terancam dikenai denda sebesar 7.000 euro, atau sekitar Rp 117 juta.

Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Salvini, yang juga memimpin partai Liga sayap kanan negara itu, sedang mempersiapkan sebuah kebijakan yang disebut Safe Beaches, demikian lapor The Telegraph.

Dikutip dari Independent.co.uk pada Selasa (2/7/2018), kebijakan yang diharapkan segera terlaksana pada musim panas ini, juga turut menyinggung hukuman terhadap pelaku penjualan barang palsu, di mana jika ketahuan oleh pihak berwenang, maka akan dikenai denda antara 2.500 hingga 15.000 euro, atau setara dengan Rp 42 juta hingga Rp 251 juta.

Kebijakan denda tinggi tersebut juga mengancam turis yang kedapatan membayar pijat, gambar tato, dan kepangan rambut melalui penyedia jasa tidak resmi.

Besaran jumlah denda yang diajukan tersebut, menurut Menteri Salvini, berasal dari undang-undang yang membahas perdagangan barang palsu, yang telah termaktub dalam kitab hukum Italia sejak puluhan tahun lalu.

Ditambahkan oleh Menteri Salvini, kehadiran pasar barang palsu dan upaya menghindari pajak, telah merusak kemapanan sistem bisnis yang sah di Negeri Pizza.

Nantinya, pemantauan terhadap kebijakan baru tersebut akan dilakukan oleh dua lembaga kepolisian lokal, Carabinieri dan Finanza Guardian. Adapun pemberlakuan kebijakan ini akan menyasar pertama kali pada kawasan pesisir di selatan Italia, seperti di Pulau Sisilia dan Pulau Malta.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

2 dari 2 halaman

Penjualan Barang Palsu Senilai Rp 370 Triliun

Asosiasi bisnis Confesercenti memperkirakan hingga akhir 2017 lalu, total nilai perdagangan barang palsu di Italia telah mencapai 22 miliar euro, atau sekitar Rp 370 triliun. Hal itu diyakini oleh banyak pihak membuat Negeri Menara Pisa kehilangan potensi pemasukan pajak hingga puluhan juta euro.

Pada paruh pertama tahun lalu, otoritas bea cukai Guardia Finanza menyita barang-barang tiruan senilai 265 juta euro, atau setara dengan Rp 4,4 triliun. Mayoritas produk palsu tersebut berupa pakaian dan aksesori, yang mencatut nama merek-merek mode kenamaan asal Italia.

The Independent menyebut barang-barang palsu seperti topi, aksesori, dan tas dengan lambang merek mewah, banyak dijual di kawasan wisata pantai di sebagian besar wilayah selatan Italia.

Kebanyakan barang palsu tersebut merupakan produksi China, yang diselundupkan melalui perairan Tanduk Afrika, melewati Mesir hingga kawasan Afrika Utara yang berbatasan dengan Laut Mediterania.

Adapun pedagang barang palsu tersebut, umumnya merupakan pendatang asal Afrika dan Bangladesh.

Beberapa orang Italia menganggap vendor ini sebagai gangguan, dan menyebut mereka sebagai "vu cumpra" - istilah penghinaan yang berarti "apakah Anda ingin membeli".