Sukses

Bukan Pertanda Kiamat, Ini Jawaban Misteri 'Hujan Darah' di Siberia

Fenomena hujan darah di Siberia dikaitkan dengan kisah horor, kiamat, hingga kemenangan dramatis Tim Inggris atas Kolombia dalam Piala Dunia 2018. Ini yang sebenarnya terjadi:

Liputan6.com, Siberia - Siberia adalah wilayah terluas sekaligus paling menyimpan keanehan di Rusia. Di sana konon menjadi rumah makhluk misterius Yeti, tempat di mana batangan emas dan perak turun -- meski belakangan diketahui asalnya dari pesawat kargo yang pintunya tak sengaja terbuka.

Di kawasan Yamal, yang berarti 'akhir dunia' di sana juga ada penampakan lubang raksasa yang asal-usulnya masih misterius.

Di Siberia pula dijumpai 27 pasang potongan tangan manusia yang menyembul dari balik tumpukan salju. Dan belakangan, giliran 'hujan darah' yang mengegerkan warga.

Pada Selasa 3 Juli 2018, hujan aneh membasahi tempat parkir yang berada di kota industri Norilsk. Airnya tak sebening biasanya, melainkan merah. Semerah darah.

Heboh pun terjadi. Orang-orang ramai memperbincangkan soal fenomena 'hujan darah'. Foto dan video yang menunjukkan noda merah pada mobil dan genangan serupa di atas aspal dibagikan di media sosial.

"Suasananya mirip film horor," kata salah satu saksi mata, seperti dikutip dari situs sains LiveScience, Sabtu (7/7/2018).

 

Sejumlah warga Siberia bahkan menduga, hujan cairan berwarna merah itu adalah pertanda kiamat, demikian dilaporkan situs media Inggris, Express.co.uk.

Sejumlah media Inggris lainnya bahkan mengetengahkan narasi bahwa cuaca ikut merayakan kemenangan dramatis tim sepak bola Inggris Three Lions atas Kolombia yang digelar di Rusia.

Para pemain Inggris melakukan selebrasi usai mengalahkan Kolombia pada laga 16 besar Piala Dunia di Stadion Spartak, Selasa (3/7/2018). Inggris menang 4-3 atas Kolombia lewat adu penalti. (AP/Victor R. Caivano)

Namun, faktanya, hujan berwarna merah itu tak ada kaitannya dengan horor, kiamat, apalagi Piala Dunia 2018.

Berdasarkan sejumlah media Rusia, insiden itu berawal dari pabrik Nornickel yang ada di sana.

Kala itu, pihak perusahaan sedang mengikis sejumlah besar residu oksida besi alias karat dari lantai dan atap pabrik. Tujuannya untuk meningkatkan kesehatan dan keamanan lingkungan.

Namun, seseorang lupa menutup wadah penampung debu tersebut. "Kemudian, embusan angin meniupnya ke arah tempat parkir. Lalu debu bercampur dengan air hujan yang turun saat itu," demikian penjelasan pihak Nornickel soal hujan darah di Siberia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Hujan Darah dan Ritual Pengorbanan Manusia

Meski insiden yang dipicu manusia seperti di Siberia relatif langka, hujan berwarna merah atau 'hujan darah' lebih umum daripada yang dikira.

Menurut para ilmuwan di NASA Earth Observatory, catatan terkait fenomena tersebut bisa ditelusuri setidaknya sejak tahun 191 Sebelum Masehi.

Saat itu, hujan berwarna merah memicu histeria di Senat Romawi Kuno. Sehingga para imam yang kebingungan memutuskan untuk melakukan ritual pengorbanan manusia, memberikan tumbal dewasa pada dewa-dewa apa pun yang tampaknya pantas menerimanya.

Bahkan hingga kini, fenomena serupa juga terjadi. Penyebabnya bisa secara alami.

Menurut NASA, sebagian besar insiden hujan merah berasal dari badai debu berwarna di Gurun Sahara, yang dapat terbawa ke Eropa dan Laut Tengah oleh angin kencang.

Kadang-kadang, kepulan debu tersebut tertiup di bawah awan badai, bercampur dengan hujan yang turun, dan sampai ke tanah dengan rona berkarat samar.

Menurut NASA, partikel debu yang berbeda menghasilkan warna hujan yang berbeda.

Hujan berwarna merah darah hanya terjadi ketika ada banyak senyawa oksida besi (iron oxide ) yang mengambang di tengah-tengah debu di udara dan turun bersama air yang tumpah dari langit.