Liputan6.com, Prefektur Okayama - Korban tewas akibat banjir bandang disertai tanah longsor di Jepang, yang disebabkan hujan deras selama sejak pekan lalu, bertambah lagi menjadi 176 jiwa, demikian menurut laporan terakhir yang dirilis lembaga SAR setempat pada Selasa, 10 Juli 2018.
Banyaknya korban tewas, menurut laporan yang dikutip dari CNN pada Rabu (11/7/2018), menjadikan banjir bandang tersebut sebagai salah satu bencana alam paling mematikan yang menghantam Jepang, sejak gempa bumi dan tsunami di Fukushima pada 2011 lalu.
Menurut Menteri Kabinet Jepang, Yoshihide Suga, sebanyak sembilan orang masih dinyatakan hilang, dan 75.000 petugas penyelamat dikerahkan untuk melanjutkan proses pencarian di area-area terdampak bencana.
Advertisement
Suga juga memperingatkan bahwa prediksi badai dalam beberapa hari ke depan, dapat kembali memicu terjadinya banjir dan tanah longsor, yang berisiko menambah jumlah korban tewas.
Baca Juga
Di waktu bersamaan, Perdana Menteri Shinzo Abe berkunjung ke Prefektur Okayama pada Rabu pagi, guna memantau kerusakan di wilayah yang terkena dampak paling parah tersebut.
PM Abe memantau seluruh wilayah bencana dari atas helikopter yang membawanya ke pusat evakuasi. Setelahnya, pemimpin Jepang tersebut dijadwalkan berkunjung ke kota Kurashiki, yang juga mengalami dampak kehancuran cukup parah, dan bertemu dengan Gubernur Prefektur Okayama di sana.
Mengingat dampak bencana yang sangat fatal, PM Abe membatalkan agenda perjalanan selama satu bulan ke depan ke Belgia, Prancis, Arab Sausi, dan Mesir. Juru bicara kantor resminya mengatakan bahwa sang perdana menteri mengerahkan upaya penyelamatan sebagai prioritas nasional saat ini.
Otoritas Jepang melaporkan bahwa ribuan rumah rusak, dan hampir 17.000 rumah tangga kehilangan pasokan listrik sejak akhir pekan lalu. Sinyal telekomunikasi juga dkabarkan mengalami gangguan di beberapa titik bencana, mengakibatkan komunikasi antar personal terhambat.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Â
Akses Bantuan Semakin Rumit
Di lain pihak, akses menuju lokasi bencana disebut semakin rumit karena beberapa ruas jalan dan rel kereta rusak, sehingga menghambat mobilitas regu penyelamat dan distribusi bantuan.
Dua juta orang dikabarkan mengungsi ke pusat penampungan sementara. Namun, masih cukup banyak di antara mereka yang terjebak banjir bandang, memilih menyelamatkan diri di atap rumah, menunggu giliran evakuasi via helikopter dan perahu karet.
Di Distrik Kurashiki di dekat Okayama, tentara Jepang dikerahkan untuk membawa warga lanjut usia dari rumah mereka ke kapal penyelamat. Banjir di wilayah itu dilaporkan masih tinggi, dan kemungkinan baru surut dalam 1 hingga 3 hari ke depan.
Menurut Badan Meteorologi dan Klimatologi setempat, hujan deras melanda kawasan barat daya Jepang sejak Kamis, 5 Juli 2018.
Curah hujan dilaporkan mencapai titik rekor tertinggi dalam sejarah Jepang pada Minggu, 8 Juni lalu, dengan dampak sampingan berupa banjir, longsor, dan petir hebat.
Advertisement