Sukses

Pengakuan Penyelam yang Temukan 13 Orang Terjebak di Gua Thailand: Kami Bukan Pahlawan

Sebanyak 13 korban yang terjebak di gua Thailand berhasil diselamatkan. Namun, mengevakuasi mereka tak semudah membalik telapak tangan. Simak kisah mereka yang penuh keajaiban.

Liputan6.com, Bangkok - Banjir menjebak 12 siswa sekolah dan pelatih sepak bola mereka di sebuah gua di Chiang Rai, Thailand. Bertahan hidup selama sembilan hari di sebuah ceruk, keberadaan mereka akhirnya ditemukan oleh penyelam asal Inggris.

Belakangan, mereka berhasil dievakuasi melalui operasi penyelamatan dramatis yang melibatkan tim gabungan dari Thailand dan sejumlah negara.

Pensiunan petugas pemadam kebakaran Rick Stanton dan rekannya sesama penyelam, John Volanthen menceritakan detik-detik pertama saat ia menemukan 13 orang yang terjebak dalam gua tersebut.

"Awalnya, tentu saja, saya gembira dan lega menemukan mereka dalam kondisi hidup. Ketika mereka turun dari liang tempat bertengger, kami menghitung satu per satu, jumlahnya pas 13 orang. Sungguh luar biasa," kata Stanton dalam konferensi pers di Bandara Heathrow, di pinggiran London, seperti dikutip dari CNN, Sabtu 14 Juli 2018.

Stanton mengisahkan, mereka memberikan tambahan penerangan pada para korban yang terjebak dalam gua di Thailand.

"Semua dalam kondisi baik. Saat meninggalkan mereka, yang terbesit dalam pikiran kami adalah bagaimana cara untuk mengevakuasi para korban. Ketidakpastian membayangi," tambah Stanton, yang menolak untuk menjelaskan lebih rinci tentang proses evakuasi 12 anggota tim sepak bola dan pelatih mereka.

Ia hanya menyebut, masker selam yang menutupi seluruh wajah (full face mask) berperan penting dalam misi penyelamatan. Pun dengan persediaan oksigen yang memungkinkan mereka bernapas. Para korban harus rileks dan tak merasa cemas selama proses evakuasi.

"Ada banyak kekacauan yang terjadi, namun kami berorientasi pada tugas, fokus. Segala hal negatif harus disingkirkan agar bisa melaksanakan pekerjaan dengan baik, langkah demi langkah, hingga sukses diraih."

Stanton menyebut, ia dan tim penyelam lain bukanlah pahlawan. "Kami hanya menggunakan keahlian yang kami miliki, yang biasanya dilakukan demi kepentingan sendiri, dan terkadang menggunakannya untuk orang lain."

Sementara itu, penyelam lainnya, Chris Jewell mengungkapkan situasi saat itu sangat menantang. "Di tengah visibilitas yang buruk, kami bertanggung jawab pada nyawa manusia lain," kata dia.

Ia menambahkan, pihak berwenang Thailand berupaya keras untuk mengalihkan aliran sungai di puncak gunung. Hal tersebut, menurut Jewell, menyediakan waktu yang cukup sehingga proses evakuasi bisa dilakukan.

Sebanyak 13 orang yang terjebak berhasil diselamatkan, namun seorang korban nyawa jatuh dalam misi evakuasi. Penyelam angkatan laut Thailand, Saman Kunan meninggal dunia di tengah operasi penyelamatan.

 

Saksikan video evakuasi korban terjebak di gua Thailand berikut ini:

2 dari 2 halaman

Keajaiban

Sementara itu, penjelajah gua asal Inggris, Vern Unsworth juga punya andil dalam misi penyelamatan. Pria 63 tahun yang tinggal di Chiang Rai berjasa menghubungkan para penyelam asal negaranya dengan pemerintah Thailand.

"Saya sebenarnya berniat masuk gua pada 24 Juli 2018. Semua peralatan sudah siap untuk melakukan perjalanan sendirian. Namun, ketinggian saat itu membuat saya urung melakukannya," kata dia kepada CNN.

Saat mengetahui kabar soal 13 orang yang terjebak, ia membantu proses evakuasi selama 17 hari.

Pengetahuan Unsworth terkait sistem gua Tham Luang, yang ia gambarkan sebagai "rumah kedua" setelah menghabiskan enam tahun terakhir menjelajahinya -- punya arti penting.

Unsworth mengaku pernah terlibat dalam upaya penyelamatan di sejumlah gua di Inggris. Namun, tak ada yang sebesar di Thailand ini.

Ia menambahkan, banjir di gua tersebut tidak bisa diprediksi. Apalagi, bah datang tiga hingga empat minggu lebih awal dibandingkan tahun lalu.

"Anak-anak itu sedang tidak beruntung. Mereka berada di tempat yang salah, pada waktu yang salah," kata dia. "Itu terjadi sangat cepat. Kita tak bisa menyalahkan pelatih, demikian juga dengan anak-anak." 

Proses evakuasi, kata Unsworth, sangat menantang untuk dilakukan. Kompleksitas menyelam dalam gua dan rute berbahaya harus diambil para penyelam untuk mengeluarkan mereka yang terjebak. 

Banyak dari anak-anak itu tak bisa berenang. Itulah mengapa, mereka harus ditenangkan dengan bantuan medis agar tak panik. 

"Itu satu-satunya cara," kata dia. "Beberapa dari anak-anak tidak bisa berenang. Mereka harus masuk ke air dingin mengenakan wet suit dan masker full face, yang asing bagi mereka." 

Memberikan penenang, tambah Unsworth, juga akan mengurangi dampak psikologis jangka panjang. Sebab, mereka tidak akan mengingat detik-detik penyelamatan yang sejatinya terlalu mengerikan bagi orang awam. 

Tantangan berikutnya, dia menambahkan, adalah soal koordinasi antara semua pihak, termasuk Angkatan Laut Thailand dan sukarelawan internasional.

"Mereka tidak pernah terlibat dalam misi gabungan seperti ini," katanya. Salah satu hambatan yang ditemui adalah soal komunikasi. Ada beberapa hal yang kerap disalahartikan. Situasi kian sulit setelah kematian Saman Kunan. 

Untungnya, mereka yang terlibat dalam evakuasi sama-sama sepakat, nyawa para korban yang terjebak harus menjadi prioritas. 

Unsworth menambahkan, harapan tim melonjak setelah hari pertama penyelamatan, ketika empat anak berhasil keluar dari gua. 

Namun, cuaca yang kian memburuk kembali mengusik keyakinan tim penyelamat. "Hari di mana evakuasi terakhir dilakukan adalah yang terburuk," kata Unsworth. Lima nyawa korban dan empat penyelam Angkatan Laut Thailand dipertaruhkan. Untunglah, proses penyelamatan berakhir baik. 

"Salah satu dari mereka bisa keluar hidup-hidup adalah keajaiban. Apalagi 13  orang sekaligus... mungkin tidak akan pernah terjadi lagi," kata Unsworth. "Ia adalah keajaiban terbesar yang pernah ada."