Liputan6.com, Kabul - Sebanyak 14 orang dilaporkan tewas dalam ledakan bom yang mengguncang bandara di Kabul, Afghanistan, pada Minggu petang, 22 Juli 2018 waktu setempat.
Menurut polisi, ledakan tersebut terjadi sesaat setelah Wakil Presiden Rashid Dostum tiba dari pengasingan di Turki. Ia dikabarkan dalam kondisi selamat, dan tidak mengalami luka sedikit pun.
Adapun kepergian Dostum ke Turki lebih dari setahun lalu, sebagaimana dikutip dari BBC pada Senin (23/7/2018), dilakukan setelah dirinya dituding memerintahkan anak buahnya untuk menculik dan memperkosa lawan politik.
Advertisement
Wapres Dostum membantah hal itu, dan mengatakan ia pergi ke Turki untuk menjalani perawatan kesehatan.
Di lain pihak, kelompok militan ISIS cabang Afghanistan mengklaim bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
Baca Juga
Hashmat Estankzai, dari Kepolisian Kabul, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa sembilan dari 14 orang korban tewas merupakan anggota pasukan keamanan dan petugas lalu lintas, sementara 60 orang lainnya terluka.
Dijelaskan Eztankzai, ada laporan saksi mata yang menyebut pelaku berjalan kaki dengan benda mencurigakan yang terpasang di tubuhnya, dan melakukan aksi bom bunuh diri ketika memasuki gerbang bandara.
Laporan lain mengatakan bahwa konvoi Wapres Dostum belum lama bertolak dari bandara, ketika ledakan terjadi. Ia dikabarkan berada di dalam kendaraan lapis baja menuju kantor resminya di pusat Kota Kabul.
Mantan panglima perang keturunan suku Uzbek itu disambut dengan meriah ketika tiba di Kabul. Tayangan televisi setempat menunjukkan Wapres Dostum menyapa para pendukung di kantornya, beberapa saat setelah ledakan terkait.
Hingga saat ini, polisi Afghanistan masih melakukan proses penyidikan di lokasi ledakan, dan memerintahkan autopsi terhadap para korban tewas serta pelaku bom bunuh diri.
Rencananya, pemerintah Afghanistan akan melakukan konferensi pers resmi pada Senin ini, tapi waktu dan tempat belum dipastikan.
Simak video pilihan berikut:
Dituduh Terlibat Kekerasan
Kembalinya Wapres Dostum didahului oleh kerusuhan di basis kekuasaannya di utara Afghanistan, ketika para pendukung menuntut kembalinya dan pembebasan seorang pemimpin milisi.
Para analis percaya bahwa Presiden Ashraf Ghani menyetujui kembalinya Wapres Dostum, dan mencoba kembali berkoalisi menjelang pilpres tahun depan.
Sebelumnya, Wapres Gostum dikenal sebagai mantan jenderal yang membantu pasukan Amerika Serikat (AS) dalam berperang melawan Taliban pada 2001 silam.
Namun setelahnya, ia justru dituduh bertanggung jawab atas beberapa kekejaman terburuk dalam perang saudara, yang berlangsung lama di Afghanistan.
Dostum kemudian bergabung dengan pemerintah persatuan nasional pada 2014.
Di sisi lain, menurut salah seorang mantan sekutunya, Ahmad Eshchi, ia telah mengalami beberapa kali kekerasan dan pelecehan seksual, yang diyakini terjadi atas perintah Wapres Gostum.
Eshchi menambahkan bahwa ia juga pernah diserang langsung oleh Wapres Dostum beserta 10 orang pria lainnya, dan dipaksa untuk tinggal di rumah sang jenderal pada November 2016.
Pengakuan Eshchi dibantah keras oleh Wapres Dostum, yang mengatakan bahwa fakta sesungguhnya adalah mantan sekutunya itu ditangkap oleh dinas intelijen Afghanistan.
Advertisement