Sukses

Kim Jong-un Desak AS 'Berani Bertindak Lebih' untuk Perdamaian di Semenanjung Korea

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mendesak Amerika Serikat berani bertindak lebih dalam mewujudkan cita-cita perdamaian di Semenanjung Korea.

Liputan6.com, Washington DC - Menurut seorang pejabat Amerika Serikat (AS) yang ahli dalam dinamika Korea Utara, menyebut negosiasi antara Washington dan Pyongyang bergantung pada keinginan pemerintahan Donald Trump untuk membuat "langkah berani" merombak perjanjian damai di Semenanjung Korea.

"Jika AS tidak mau mengganti perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea, dengan perdamaian permanen yang akan menjamin kelangsungan hidup rezim Kim Jong-un, Korea Utara kemungkinan tidak akan melanjutkan perundingan denuklirisasi," ujar sumber tersebut.

Dikutip dari CNN pada Senin (23/7/2018), pembentukan perjanjian perdamaian yang mengikat secara hukum, membutuhkan persetujuan dari dua pertiga Senat AS.

Disebutkan pula bahwa Korea Utara semakin menekan pemerintahan Trump untuk segera mencabut sanksi.

Pihak Kim Jong-un mengklaim telah melakukan "begitu banyak" pengorbanan awal, dengan membekukan uji coba rudal balistik, menghancurkan salah satu situs nuklir mereka, serta memfasilitasi repatriasi jasad para prajurit AS yang gugur saat Perang Korea di awal dekade 1950-an.

Namun di sisi lain, Presiden Trump mengaku frustasi atas sedikitnya kemajuan yang dirasakan setelah agenda pertemuan bersejarah dengan Kim Jong-un di Singapura, 12 Juni lalu.

Amerika Serikat dan Korea Utara secara teknis telah berperang sejak tahun 1950, dan hubungan mereka diselimuti oleh beberapa dekade ketidakpercayaan dan perjanjian yang gagal.

"Kami tidak ingin terburu-buru ... Kami tidak memiliki batas waktu. Kami tidak memiliki batas kecepatan. Kami hanya akan mengikuti proses. Tetapi hubungan (dengan Korea Utara) sangat bagus," kata Trump pekan lalu.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

2 dari 2 halaman

Cita-Cita Perdamaian di Semenanjung Korea

Salah satu perjanjian yang disepakati pada pertemuan Singapura adalah "bekerjasama menuju denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea," sebuah frasa yang menurut para ahli dipandang berbeda oleh AS dan Korea Utara.

Kritik terhadap kesepakatan Singapura menuding dokumen itu tidak memiliki spesifikasi khusus, dan tidak mengikat Korea Utara dengan jadwal waktu yang ketat mengenai denuklirisasi, atau menyerahkan senjata nuklirnya saat ini.

"Ini benar-benar sangat mudah ... Ketua Kim membuat janji. Ketua Kim tidak hanya memberi tahu Presiden Trump, tetapi (Presiden Korea Selatan) Moon Jae-in, bahwa dia siap untuk denuklirisasi," kata Pompeo pada Jumat, 20 Juli 2018.

"Ruang lingkup dan skala yang disepakati. Korea Utara memahami apa artinya itu. Tidak ada kesalahan tentang apa ruang lingkup denuklirisasi seperti," lanjut Pompeo menjelaskan.

Donald Trump dan Kim Jong-un juga menyetujui "pembangunan rezim perdamaian abadi dan kuat di Semenanjung Korea," termasuk penyediaan "jaminan keamanan" untuk Korea Utara.

Pyongyang telah sering menyatakan keprihatinan bahwa tanpa penangkal nuklir, pihaknya bisa terancam upaya perubahan rezim atau tindakan militer lainnya oleh AS, terutama ketika kedua negara secara teknis berperang.

Di lain pihak, kesepakatan mengakhiri Perang Korea juga merupakan elemen kunci dari Deklarasi Panmunjom yang disepakati awal tahun ini oleh Kim Jong-un dan Presiden Moon Jae-in.