Liputan6.com, Tel Aviv - Ahed Tamimi akhirnya bisa menghirup udara kebebasan setelah menjalani hukuman delapan bulan penjara. Gadis 17 tahun asal Palestina ini dijebloskan ke dalam bui oleh tentara Israel karena menampar dan memukul personel mereka pada 15 Desember 2017.
Ketika dibebaskan, sanak saudara telah menantinya. Tamimi tak kuasa menahan air mata ketika mereka menyambutnya di Desa Nabi Saleh pada Minggu, 29 Juli 2018 waktu setempat.
Baca Juga
Nabi Saleh adalah sebuah desa kecil yang berada 20 kilometer barat laut Ramallah, Tepi Barat, Palestina. Ini menjadi tempat tinggal Tamimi beserta keluarganya.
Advertisement
Senasib dengan Tamimi, ibu kandungnya pun menjalani masa tahanan serupa dan dinyatakan bebas di hari yang sama. Sang ibunda, Nariman al-Tamimi, dijatuhi hukuman delapan bulan penjara, tetapi mendapat remisi tiga minggu.
Saat ditemui para wartawan, Tamimi berterima kasih kepada para aktivis dan awak media atas dukungan mereka selama masa tahanannya. Dia mengungkapkan kebahagiaannya karena bisa memeluk anggota keluarga yang menantinya selama dia di penjara. Kendati demikian, perasaan bungah itu disebutnya masih "setengah hati" karena beberapa kawannya masih harus mendekam di balik jeruji Israel.
"Kebahagiaan saya tidak lengkap tanpa saudara-saudara saya (tahanan wanita Palestina), yang tidak bersama saya saat ini. Saya berharap mereka juga akan bebas," katanya, seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (30/7/2018).
Di sela-sela wawancara, Ahed Tamimi menyampaikan pesan dari tahanan politik wanita Palestina lainnya. Dia mengatakan, "Mereka menyerukan agar rakyat Palestina tetap kuat dan bersatu ketika melakukan perlawanan, dan agar semua orang mendukung hak-hak tahanan politik, serta mengupayakan pembebasan mereka."
Sementara itu, remaja kelahiran 31 Januari 2001 tersebut berencana untuk belajar studi di bidang hukum agar bisa membantu mereka yang membutuhkan.
"Pada akhirnya saya ingin mengatakan bahwa kebenaran bersama rakyat, dan orang-orang dapat memutuskan nasib dan masa depan mereka sendiri. Wanita merupakan bagian terpenting untuk kebebasan Palestina, dan peran mereka akan terus berkembang. Mereka akan menghasilkan generasi baru yang dapat melanjutkan perjuangan. Kami menyerukan: 'Singkirkan, singkirkan pedudukan!'"
Di satu sisi, Nariman menuturkan, "Sebagai orangtua, saya ingin mengatakan bahwa kita tidak perlu takut pada apa yang dilakukan oleh anak-anak kita dan kita harus mendukung mereka, apa pun yang mereka pilih. Mereka bisa saja terbunuh, entah di rumah atau di jalan-jalan, jadi dukung mereka dalam melakukan perlawanan."
Berbicara kepada Al Jazeera sebelum pelepasan putri dan istrinya, Bassem Tamimi menggambarkan pembebasan mereka sebagai "momen yang sangat membahagiakan".
"Kami sangat merindukan mereka. Tapi saya juga khawatir karena pendudukan (Israel) terus berlanjut dan masih menghantui hidup kami," papar ayah Ahed Tamimi ini.
Bagaimanapun juga, kebahagiaan Bassem masih dibayangi oleh kengerian, ketika mengetahui putranya yang berusia 21 tahun, Waed, harus tetap di tahanan di dalam penjara Israel sejak ditangkap di rumahnya pada bulan Mei.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Israel Kian Dikecam
Tamimi dan ibunya ditangkap oleh pasukan Israel pada bulan Desember 2017, setelah video dirinya viral di jagat maya. Kala itu, Tamimi terekam tengah memukul dan menampar dua tentara bersenjata Israel di Nabi Saleh.
Dia nekat berbuat demikian karena mengetahui bahwa sepupunya yang berusia 15 tahun, Mohammed, ditembak di bagian wajah oleh pasukan Israel dengan peluru baja berlapis karet. Akibatnya, Mohammed harus dirawat intensif karena kritis.
Berdasarkan kesepakatan yang ditawarkan oleh jaksa penuntut militer pada Rabu, 21 Maret 2018, Ahed Tamimi harus mengaku bersalah atas empat tuduhan yang dilimpahkan padanya, yakni menyerang, menghasut dan dua tuduhan mencoba menghalangi kerja militer.
Pengacara Tamimi, Gaby Lasky, mengatakan hukuman terhadap dirinya sudah mencakup denda 5.000 shekel atau sekitar Rp 198 juta. Kesepakatan itu dibuat selama sidang tertutup dan telah disetujui oleh pengadilan militer.
Ahed Tamimi, yang ditangkap pada tengah malam dan menolak jaminan, mulanya berpotensi menghadapi bertahun-tahun penjara atas 12 dakwaan, termasuk menyerang pasukan keamanan Israel dan melempari mereka dengan batu. Namun, setelah negosiasi alot, dia akhirnya hanya perlu menjalani masa tahanan selama 8 bulan.
Kasus penangkapan Ahed Tamimi menuai kecaman internasional. Juga sekali lagi, menyoroti perlakuan Israel terhadap Palestina, terutama generasi mudanya. Para pendukung Tamimi memuji dia sebagai ikon perlawanan dari Palestina.
Sedangkan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan, Tamimi tidak menimbulkan ancaman nyata dan mengatakan bahwa kasusnya melambangkan kebrutalan yang ditimbulkan dari setengah dasawarsa pemerintahan militer Israel.
Desa Tamimi, Nabi Saleh, telah menjadi fokus protes anti-pendudukan Israel di Palestina selama bertahun-tahun. Di Israel, banyak yang menuduh keluarga Tamimi menggunakan anak perempuan mereka untuk membuat film provokasi. Sementara lainnya menyerukan agar Tamimi dihukum berat karena insiden itu membuat militer terlihat lemah.
"Dia bukan gadis kecil, Ahed Tamimi adalah seorang teroris," kata Menteri Kebudayaan Israel, Miri Regev. "Sudah saatnya mereka mengerti bahwa orang-orang seperti dia harus dipenjara dan tidak diizinkan untuk menghasut rasisme dan subversi terhadap Israel."
Â
Advertisement