Liputan6.com, Singapura - Gempa berkekuatan 6,4 skala Richter (SR) yang mengguncang Lombok dan Sumbawa pada Minggu, 29 Juli 2018, menuai empati dari berbagai balahan dunia. Tidak terkecuali dari para pemimpin negara.
Salah satu yang langsung menyampaikan belasungkawa terkait gempa Lombok adalah Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, melalui surat kepada Presiden Indonesia pada Minggu.
Namun, dalam pembaruan surat yang disampaikan melalui Kementerian Luar Negeri Singapura pada Selasa, 31 Juli 2018, PM Hsien Loong menyatakan siap membantu Indonesia dengan cara apa pun, guna meringankan beban derita para korban gempa Lombok.
Advertisement
Selain itu, PM Hsien Loong juga menyampaikan doa dan harapan agar bangsa Indonesia selalu kuat dalam menghadapi masa-masa sulit pasca-bencana.
Baca Juga
Seperti diketahui, gempa Lombok berkekuatan 6,4 SR terjadi pada Minggu pagi yang berpusat di timur laut Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, dengan kedalaman 24 kilometer. Lindu susulan dikabarkan terus terjadi lebih dari 250 kali hingga Senin (30/7/2018).
Sejauh ini, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), korban tewas akibat gempa Lombok dinyatakan berjumlah setidaknya 14 orang, termasuk di dalamnya beberapa warga asing.
BNPB juga melansir laporan sebanyak 41 bangunan rusak berat, 74 rusak sedang, dan 148 unit rusak ringan. Adapun total jumlah terdampak gempa, disebutkan lebih dari 6.200 kepala keluarga, yang mayoritas berada di wilayah Kabupaten Lombok Timur.
Â
Simak video pilihan berikut:
Gerhana Bulan dan Gempa Bumi
Sementara itu, seorang prakirawan seismik mengklaim bahwa gerhana Bulan yang terjadi pada pekan lalu, memiliki keterkaitan dengan peristiwa gempa Lombok.
Frak Hoogerbeets (49) dalam situs web pemantau gempanya, Ditranium.org, pada 24 Juli 2018 lalu meramal, kesejajaran benda antariksa --seperti pada gerhana micro blood moon dan yang lainnya-- akan berdampak pada peningkatan aktivitas seismik dan tektonik di Planet Biru kita ini.
Hoogerbeets menggunakan cara yang tidak diakui luas oleh komunitas ilmiah, yakni memprediksi gempa Bumi dengan keterkaitannya pada kesejajaran antar-benda antariksa.
"Setiap kali tiga benda antariksa di Tata Surya kita mengalami kesejajaran, akan ada gempa yang signifikan terjadi pada satu dua hari sebelum atau sesudahnya," ia mengklaim.
Selain soal gerhana, Hoogerbeets menyajikan contoh soal kesejajaran Bumi dengan planet lain di tata surya yang menurutnya mampu memicu gempa.
"Bumi telah berada di antara Mars dan Merkurius selama beberapa pekan terakhir dan sedikit tarikan gravitasi dari kedua belah pihak dapat mengganggu lempeng tektonik Bumi," Hoogerbeets memprediksi, seperti dikutip dari Daily Express.
"Pada tanggal 15 Juli 2018, Bulan mulai menghadapi resonansi elektromagnetik dari planet Merkurius dan Mars. Dan (resonansi elektromagnetik itu) akan berlangsung hingga tanggal 27 Juli."
Kondisi itu, menurut "ramalan" Hoogerbeets dapat memicu gempa.
Advertisement