Sukses

Tak Terkait dengan Iblis, Ilmuwan Pecahkan Misteri Kutukan Segitiga Bermuda

Para ilmuwan mengklaim bahwa mereka akhirnya menemukan rahasia gelap dari Segitiga Bermuda, wilayah yang dikenal telah menelan ratusan jiwa secara misterius selama satu abad.

Liputan6.com, Atlantik Utara - Para ilmuwan Inggris mengungkap teori baru mengenai Segitiga Bermuda. Menurut mereka, di wilayah perairan yang berada di Samudra Atlantik ini terdapat gelombang misterius setinggi 30 meter yang menyebabkan begitu banyak perahu tenggelam.

Segitiga Bermuda juga dijuluki sebagai Segitiga Iblis (Devil's Triangle) karena perairan ini memiliki banyak jalur pelayaran dan diklaim telah menelan korban lebih dari 1.000 jiwa selama 100 tahun terakhir.

Segitiga Bermuda membentang seluas 4 juta kilometer persegi di bagian barat Samudra Atlantik Utara, membentuk garis segitiga antara Bermuda, wilayah teritorial Britania Raya sebagai titik di sebelah utara, Puerto Riko, teritorial Amerika Serikat sebagai titik di sebelah selatan dan Miami, negara bagian Florida, Amerika Serikat, sebagai titik di sebelah barat.

Para ilmuwan memiliki teori baru tentang misteri Segitiga Bermuda. (iStock)

Namun, para ahli di University of Southampton, Inggris, percaya bahwa misteri itu dapat dijelaskan melalui fenomena alam yang dikenal sebagai "gelombang jahat", menurut laporan The Sun yang dikutip News.com.au, Kamis (2/8/2018).

Dalam sebuah film dokumenter berjudul The Bermuda Triangle Enigma, para ilmuwan dari kampus itu menggunakan simulator ruangan (indoor simulator) untuk menciptakan kembali gelombang tersebut.

Gelombang yang disebut "monster" itu--yang hanya berlangsung selama beberapa menit--pertama kali terdeteksi keberadaaannya oleh satelit pada 1997 di lepas pantai Afrika Selatan. Beberapa di antaranya bahkan memiliki tinggi 30 meter.

Tim peneliti membangun tiruan USS Cyclops, sebuah kapal besar yang hilang di Segitiga Bermuda pada 1918 dan menghilangkan 300 nyawa manusia.

Karena ukurannya yang tipis dan berbeda dengan aslinya, kapal tersebut dengan mudah terempas air selama simulasi.

Torpedo Bomber #28, pesawat utama Flight 19, yang lenyap pada Desember 1945 di lepas pantai Florida. (AP)

Dr Simon Boxall, seorang ilmuwan spesialis kelautan dan Bumi, mengatakan di sekitar Segitiga Bermuda bisa terlihat tiga badai besar yang datang secara bersamaan dari arah yang berbeda. Badai ini menciptakan kondisi sempurna untuk membentuk "gelombang jahat".

Dia yakin gelombang seperti itu dapat mematahkan perahu, misalnya Cyclops, menjadi dua.

"Ada badai di selatan dan utara, yang datang bersamaan. Jika ada tambahan dari Florida, itu bisa menjadi formasi gelombang mengerikan yang berpotensi mematikan," kata Dr Boxall.

"Gelombang ini sifatnya curam, tingginya lebih dari 30 meter. Semakin besar kapal, semakin banyak kerusakan yang terjadi. Jika Anda bisa membayangkan gelombang liar dengan puncak di kedua ujungnya, ini bisa mematahkan kapal menjadi dua bagian. Apabila hal itu terjadi, kapal bisa tenggelam dalam dua hingga tiga menit," pungkasnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Misteri dan Teori Segitiga Bermuda

Misteri-misteri yang merebak tentang Segitiga Bermuda akhirnya bisa dijelaskan dengan teori gelombang setinggi 30 meter, tetapi mitos-mitos yang beredar tentang perairan misterius ini kemungkinan akan bertahan selamanya.

Akan tetapi, bagaimana semua dongeng dan legenda tentang Segitiga Bermuda dimulai?

Keanehan pertama kali dilaporkan pada 1950 oleh Edward Jones, yang menulis untuk Miami Herald, sebelum menjadi terkenal pada 1952 ketika George Sand menulis di majalah Fate tentang insiden-insiden tertentu yang terjadi di Segitiga Bermuda.

Salah satu insiden yang menghebohkan dunia adalah hilangnya lima pesawat Flight 19 secara misterius, pesawat yang digunakan untuk latihan mengebom torpedo. Pesawat milik Angkatan Laut Amerika Serikat ini lenyap dalam sebuah sesi pelatihan pada 1945.

Sejak saat itu, banyak kasus serupa terjadi. Selain pesawat, kapal laut pun turut dikabarkan menghilang secara tiba-tiba ketika melintasi Segitiga Bermuda. Oleh sebab itu, para peneliti dan ilmuwan terus berupaya menguak misteri dengan berbagai teori yang mereka lakukan.

Salah satunya adalah teori gas metana, senyawa yang terperangkap di dasar laut yang menyebabkan hilangnya sejumlah pesawat dan kapal. Gas ini, menurut ilmuwan, bisa meletus dan menurunkan kepadatan air sehingga kapal bisa tenggelam dengan mudah seperti batu. Bahkan pesawat yang terbang di atasnya bisa terbakar dan hancur berkeping-keping.

Teori lain mengungkapkan tentang "kabut elektronik", sebutan lain untuk badai dahsyat. "Kabut elektronik" akan muncul --entah dari mana-- dan menelan pesawat atau kapal dengan merusak elemennya. Dengan demikian, kapal atau pesawat akan lenyap tanpa jejak.

Teori ketiga melibatkan awan heksagonal dan bom udara. Ahli meteorologi menemukan awan heksagonal aneh yang mampu meledakkan angin hingga ke dasar lautan dengan kecepatan tinggi dan menciptakan gelombang setinggi 14 meter, merusak kapal hingga pesawat yang terperangkap di dalamnya.

Ilmuwan Australia, Dr Karl Kruszelnicki, juga menyebut bahwa gelombang besar menjadi penyebab hilangnya Flight 19, yang ia yakini jatuh di Segitiga Bermuda karena kesalahan manusia.

Sementara itu, tahun lalu sebuah pesawat yang membawa empat orang, termasuk seorang ibu dan dua anaknya, hilang ketika burung besi ini melintasi Segitiga Bermuda.

Jennifer Blumin beserta dua putranya yang masing-masing berusia 3 dan 4 tahun, dan pacarnya yang merupakan pilot pesawat, Nathan Ulrich, baru saja merayakan Hari Ibu di Puerto Rico. Mereka terbang ke Florida dengan pesawat twin-prop MU-2B.

Malangnya, pesawat yang mereka naiki dilaporkan lenyap dari radar sekitar 59 kilometer timur dari pulau Eleuthera di Bahama. Adapun komunikasi pesawat dengan menara bandara hilang pada jarak 7,3 kilometer dan kecepatan sekitar 555 km/jam, kata para pejabat.

Pencarian akhirnya dibatalkan dan jenazah mereka tak pernah ditemukan.