Liputan6.com, Wellington - Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, dikabarkan telah kembali ke kursi pemimpin tertinggi di Negeri Kiwi pada hari Kamis ini, setelah enam minggu cuti melahirkan anak pertamanya.
PM Ardern menjadi pemimpin negara kedua di dunia yang memiliki bayi di masa pemerintahannya, ketika ia melahirkan putrinya, Neve, pada 21 Juni lalu.
Dikutip dari The Guardian pada Kamis (2/8/2018), tidak lama setelah mengumumkan kehamilannya pada 2017, PM Ardern mengatakan akan mengambil cuti melahirkan selama enam minggu dan menyerahkan sementara tugasnya memimpin Selandia Baru kepada sang wakil, Winston Peters.
Advertisement
Baca Juga
Meski telah mengumumkan kembali bertugas, PM Ardern belum tampil kembali secara perdana di hadapan publik. Pada Rabu, 1 Agustus 2018, ia mengunggah sebuah status di Facebook tentang perasaan beruntung berada di dalam perannya saat ini.
"Saya memiliki hak istimewa untuk bekerja bersama orang-orang luar biasa setiap hari. Jadi bagi mereka, terima kasih dan sampai ketemu lagi di kantor!"
Di lain pihak, penyerahan tugas sementara ke Winston Peters, seorang veteran berusia 72, dinilai kontroversial karena ia tengah diduga terlibat dalam pembocran informasi penting.
Kebanyakan warga Selandia Baru tidak tahu apa alasan di balik penunjukkan Peters, kecuali anggapan bahwa hal itu adalah upaya memastikan partai Buruh--yang mengusung PM Ardern--memenangkan pemilihan umum tahun lalu tetap eksis. Keduanya diketahui mendapat dukungan luas dari koalisi tengah dan kiri.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Â
Pemimpin Sementara yang Kontroversial
Sikap PM Ardern selama cuti melahirkan dinilai cukup menenangkan. Dia tidak banyak berkomentar, selain beberapa kali unggahan video di Facebook, termasuk di antaranya ketika dia menyambut baik reformasi pemerintah dalam isu keharmonisan keluarga. Video itu direkamnya saat duduk di sofa, seraya menggendong Neve.
Sebaliknya, masa jabatan singkat Peters justru ditandai dengan drama. Dia berkali-kali melayangkan kritik tajam pada Australia, di mana salah satunya mengatakan negara itu gagal memenuhi kewajiban sebagai penandatangan Konvensi PBB tentang Hak Anak, dengan menahan seorang remaja Selandia Baru berusia 17 di pusat penahanan Melbourne.
Peters juga mengatakan kepada Australia untuk mengubah benderanya, mengklaim bahwa hal itu telah menyontek bendera Selandia Baru, beberapa dekade setelah Negeri Kiwi menggabungkan desain Union Jack dengan konstelasi Bintang Pari.
Selain itu, dua juga menyarankan Australia untuk membuat bendera yang menampilkan visual kanguru, serta mengubah lagu kebangsaannya ke Waltzing Matilda.
Selain itu, kebijakan Peters juga sempat membuat banyak rumah sakit di seantero negeri membatalkan operasi elektif dan memulangkan pasien lebih awal setelah 30.000 perawat melakukan akasi mogok nasional pertama dalam 30 tahun terakhir.
Ia mengatakan bahwa tidak ada lagi sisa uang di kas pemerintah untuk memenuhi tuntutan kenaikan upah bagi perawat dan pekerja medis.
Belum hilang di ingatan pula bahwa Peters sempat melontarkan pernyataan bahwa ia tidak menyukai gagasan Selandia Baru yang multikultural.
"Ini bukan tentang budaya beragam yang hadir seperti jamur di negeri ini. Tidak, kami ingin budaya Selandia Baru. Itulah yang selalu saya jaga," ujar Peters berpendapat pada Juli lalu.
Advertisement