Liputan6.com, Seoul - Seorang pemimpin sekte sesat ditangkap otoritas Bandara Internasional Incheon di Seoul, Korea Selatan. Dia terbukti mencekik dan melakukan kekerasan lainnya terhadap 400 jemaat, dalam sebuah ritual kejam dan brutal yang dilakukan di Fiji.
Shin Ok-ju dari Gereja Jalan Rahmat (Grace Road Church) ditangkap bersama dengan tiga pemimpin lainnya, ketika mereka mendarat di Negeri Ginseng pada Rabu, 1 Agustus 2018.
Pihak berwenang di Seoul mengatakan bahwa Shin mulai mendorong pengikutnya untuk melakukan perjalanan ke Fiji sejak 2014, setelah dia mengumumkan ramalan tentang kelaparan di Semenanjung Korea.
Advertisement
Namun sesampainya di Fiji, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Kamis (2/8/2018), paspor mereka disita dan kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok, termasuk salah satu yang dilarang keras pergi dari pengawasan Shin.
Baca Juga
Ketika berada di Fiji, seluruh jemaat dipaksa melakukan ritual pemukulan satu sama lain, yang dikatakan Shin dilakukan untuk menghindari hukuman dari Tuhan.
Seorang ayah dipaksa memukul putranya lebih dari 100 kali, dan seorang anggota jemaat lainnya dipukuli dengan sangat parah hingga mengalami kerusakan pada otaknya.
Menurut salah satu media Kristiani di Korea Selatan, setidaknya lima orang berhasil melarikan diri dan menghubungi pihak berwenang di negara asalnya.
Dijelaskan pula oleh pihak berwenang di Korea Selatan, ini bukan kali pertama Shin terjerat masalah hukum. Sebelumnya, ia sempat digugat US$ 6 juta (setara Rp 86,9 miliar) pada 2014 di Brooklyn, New York, setelah seorang pria 27 tahun penderita gangguan mental berusaha disembuhkan dengan doa oleh Shin.
Pria itu diikat dengan selotip selama ritual penyembuhan, membuat kakinya terluka parah sehingga harus diamputasi.
Simak video pilihan berikut:
Hukuman bagi Pemimpin Sekte Sesat di Jepang
Sementara itu, di negara tetangganya, Jepang, pemimpin sekte "kiamat" Aum Shinrikyo, yang melakukan serangan gas saraf mematikan di jaringan kereta bawah tanah Tokyo, pada 1995, kini telah dihukum mati.
Shoko Asahara, nama pemimpin sekte tersebut, dieksekusi di sebuah rumah tahanan di pinggiran Tokyo pada awal Juli, dan proses tersebut sudah dikonfirmasi oleh Kementerian Kehakiman.
Serangan sarin adalah insiden teror terburuk di Jepang yang menewaskan 13 orang dan melukai ribuan lainnya.
Seperti dikutip dari BBC, hukuman mati Shoko Asahara telah ditunda beberapa kali hngga semua terpidana telah menyelesaikan pengajuan banding terakhir pada Januari lalu.
Shoko Asahara dan para pengikutnya juga dituduh melakukan beberapa pembunuhan lain dan serangan gas sarin sebelumnya pada 1994. Kejadian ini menewaskan delapan orang dan menyebabkan 600 orang terluka.
Di Jepang, hukuman mati tidak akan dilakukan sampai vonis akhir terhadap semua tertuduh dan komplotannya sampai final, tanpa ada banding yang tertunda. Proses itu rampung pada Januari.
Sejak moratorium efektif berakhir pada 2010, Jepang telah mengeksekusi delapan orang setiap tahun.
Hukuman mati hanya digunakan untuk kasus pembunuhan serius dan dilakukan dengan cara digantung.
Advertisement