Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Diaspora Network Global (IDN-G) menggagas forum diskusi bertajuk Conference of Indonesian Diaspora Youth 2018 (CIDY) pada 13 hingga 15 Agustus di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan visi dan misi Indonesia pada tahun 2045.
CIDY adalah suatu forum yang mempertemukan pemuda dari 34 provinsi Tanah Air dengan diaspora muda Indonesia dari seluruh dunia, serta dengan berbagai organisasi kepemudaan dan juga lembaga nasional.
Presiden Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, menuturkan bahwa di Abad ke-21, generasi muda tertantang untuk memikirkan visi Indonesia ke depan yang dapat menjadi bahan acuan bangsa, sebagaimana Sumpah Pemuda pada tahun 1928 menjadi acuan bagi generasi-generasi berikutnya.
Advertisement
"Generasi muda sekarang harus kita dorong, bukan untuk 'menjadi apa', tetapi untuk berkontribusi mewujudkan 'Indonesia yang seperti apa', karena mereka kini terlalu sibuk dengan sesuatu yang disebut 'kekinian'. Mereka sudah harus punya visi dari sekarang. Kita dorong anak muda untuk thinking outside the box," ujar Dino dalam sebuah sesi diskusi bersama media, Sabtu (4/8/2018) di Jakarta.
CIDY-2018 akan menghadirkan 15 sesi menarik untuk membahas berbagai topik yang aktual bagi pemuda dan masa depan Indonesia. Sesi-sesi tersebut akan dilaksanakan secara paralel. Semua peserta utusan dan delegasi berhak berbicara sesuai peraturan dan waktu yang tersedia.
Mantan wakil menteri luar negeri RI itu menambahkan, akan ada sejumlah topik yang dibahas dalam CIDY nanti, yakni identitas Indonesia pada 2045; good governance;, ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi; masa depan ekonomi dan bisnis; serta kekuatan pertahanan dan keamanan.
"Generasi muda kini akan menghadapi tantangan serius pada 2045 nanti, yaitu sumber daya alam, budaya, dan identitas bangsa. Mereka sudah harus punya visi untuk memetakan Indonesia, menyelesaikan ketiga permasalahan ini ketika Indonesia berusia 100 tahun," tegas pria berusia 52 tahun itu.
Hasil dari visi 2045 ini kelak akan disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua MPR, Ketua DPR, semua Pimpinan Daerah Indonesia, dan partai politik di Indonesia. Selain IDN-G, sejumlah organisasi turut bergabung di dalamnya, antara lain FPCI, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia, Pramuka Indonesia, Asosiasi Dosen Indonesia (ADI), dan Forum Rektor Indonesia.
Konferensi ini juga didukung oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Strategi Mahasiswa RI di Belanda Hadapi Bonus Demografi 2030
Sementara itu, pada 2030 mendatang, Indonesia diprediksi akan mendapat bonus demografi yaitu populasi usia produktif lebih banyak dibanding non-produktif. Berkaitan dengan isu tersebut, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda menggagas forum diskusi "bonus demografi 2030 berkah atau beban?" di kantor KBRI Den Haag pada tahun lalu.
Acara tersebut digelar pula untuk memeriahkan perayaan hari studi di Belanda atau Stuned Day.
Dalam kesempatan tersebut Duta Besar Indonesia untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja mengatakan, untuk menghadapi bonus demografi, pelajar Indonesia khususnya di Belanda selama masa studi harus memanfaatkan secara maksimal kualitas dan fasilitas pendidikan yang ada.
Hal tersebut penting. Agar nantinya, para alumni tersebut bisa mengambil keuntungan dari bonus demografi itu.
"Bukan saja kualitas dan fasilitas pendidikan, tetapi juga kesempatan mengembangkan jejaring internasional," kata Puja dalam keterangan melalui keterangan pers Nuffic Nesso kepada Liputan6.com, 7 April 2017.
Senada dengan Puja, Wakil Pemerintah Belanda yang datang ke acara tersebut, Peter Portman, mengatakan, hubungan antar masyarakat kedua negara juga penting sebagai salah satu pilar kesuksesan para mahasiswa Indonesia. Terutama dalam menghadapi bonus demografi itu.
Menambahkan pernyataan Puja dan Portman, pelajar Indonesia di Belanda Elda Luciana Pardede mengatakan, bonus demografi sebenarnya bukan beban. Melainkan peluang yang bisa dimanfaatkan.
Fakta tersebut pun disadari penerima beasiswa Stuned di Belanda lainnya, Andy Aryawan. Ia menjelaskan, agar bonus demografi tak jadi beban maka harus ada pembenahan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan termasuk pemerintah.
"Pembenahan kebijakan di sektor investasi, pendidikan, birokrasi, dan transfer of knowledge (harus) dilakukan jika kita ingin bonus demografi benar-benar terealisasi," pungkasnya.
Advertisement