Liputan6.com, Kopenhagen - Perempuan berusia 28 tahun menjadi orang pertama yang diperkarakan gara-gara mengenakan niqab atau cadar di Denmark, setelah larangan penggunaan penutup kepala jenis itu diberlakukan pada Rabu 1 Agustus 2018
Niqab adalah penutup kepala yang menutupi seluruh kepala dan wajah, yang hanya memperlihatkan bagian mata.
Advertisement
Baca Juga
Perempuan berusia 28 tahun tersebut menarik perhatian polisi Denmark ketika ia berkelahi dengan seorang wanita lain, yang memaksanya mencopot niqab, di puncak eskalator di sebuah pusat perbelanjaan di utara Kopenhagen.
Seperti dikutip dari Daily Mail, Sabtu (4/8/2018), polisi kemudian dipanggil ke tempat kejadian perkara dan memeriksa rekaman CCTV di pusat perbelanjaan yang terletak di Horsholm itu.
Perempuan yang tak disebut namanya itu kemudian diminta melepas niqabnya dan ia pun menolak. Polisi kemudian menjatuhkan sanksi denda padanya sebesar 10.000 kroner atau setara Rp 22,2 juta (dengan nilai tukar 1 krone: Rp 2.220).
"Selama perkelahian itu, niqab yang ia kenakan lepas. Namun, saat kami tiba, ia mengenakannya kembali," kata petugas kepolisian David Borchersen.
Tak hanya niqab, balaclava, masker atau topeng, janggut palsu, dan aksesoris lain yang menutupi wajah juga termasuk yang dilarang.
Aturan baru yang berlaku di Denmar tak menyebutkan persis kata niqab ataupun burka. Hanya menyatakan, 'barang siapa menggunakan pakaian yang menyembunyikan wajah di depan umum akan dihukum dengan denda."
Sejumlah aktivis hak asas manusia menentang keras aturan tersebut dan menudingnya sebagai pelanggaran terhadap hak perempuan.
Di sisi lain, pendukungnya berargumen, aturan tersebut akan menciptakan integrasi yang yang lebih baik dari imigran Muslim ke dalam masyarakat Denmark.
Selain Denmark, Belgia, Prancis, Jerman dan Austria telah memberlakukan larangan atau larangan parsial terhadap penutup kepala seperti burka atau niqab.
Â
Saksikan video menarik terkait Denmark berikut ini:
Dua Kubu Berlawanan
Sebelumnya, pendukung dan penentang larangan bagi wanita mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, termasuk cadar, niqab atau burka, terlibat saling adu mulut di ibu kota Kopenhagen pada Rabu, 1 Agustus 2018. Hari itu bertepatan dengan momen berlakunya aturan tersebut.
Kedua kubu disebut menyerang pendapat satu sama lain tentang pandangan yang mereka yakini, termasuk di antaranya beberapa ujaran kebencian yang memicu "perang kolom komentar".
Marcus Knuth dari partai liberal yang berkuasa, Venstre, mengatakan bahwa pakaian yang dikenakan beberapa wanita muslim "sangat menindas".
Di sisi lain, Sasha Andersen dari kelompok aktivis "Partai Pemberontak", merencanakan demonstrasi di kemudian hari tentang apa yang mereka sebut sebagai aksi "diskriminatif" terhadap kelompok minoritas.
Dikutip dari Time.com, Kamis (2/8/2018), kelompok-kelompok yang berada di barisan pendukung larangan mengenakan cadar itu juga berencana melakukan unjuk rasa tandingan.
Larangan mengenakan pakaian yang menutup penuh tubuh wanita disetujui pada Mei, dengan dukungan terbesar dari koalisi tengah-kanan yang memerintah, di mana juga dikenal berniat memperketat aturan suaka dan imigrasi.
Pada 2016, Denmark juga mengadopsi undang-undang yang mengharuskan pencari suaka yang baru tiba untuk menyerahkan barang-barang berharga seperti perhiasan dan emas sebagai jaminan selama mereka tinggal di negara itu.
Namun, undang-undang tentang larangan penggunaan cadar pada wanita memiliki beberapa pengecualian, yakni ketika ada "tujuan yang dapat dikenali" seperti cuaca dingin atau mematuhi persyaratan hukum lainnya, seperti menggunakan kelengkapan helm sepeda motor sebagai bagian dari syarat berlalu lintas di Denmark.
Advertisement