Liputan6.com, Dhaka - Ribuan pelajar dan mahasiswa di Bangladesh menduduki jalanan utama di ibu kota, Dhaka. Mereka menuntut penerapan aturan lalu lintas yang lebih kuat menyusul tewasnya anak laki-laki dan perempuan akibat tertabrak sebuah bus yang ngebut.
Namun, pada hari ketujuh, mereka mulai mendapat perlawanan balik. Sekitar 25 pelajar Bangladesh mengalami cedera akibat bentrokan yang terjadi di tengah demonstrasi.
Baca Juga
Belum jelas, siapa pihak yang menyerang mereka. Namun, media lokal menduga, pelakunya adalah organisasi pelajar yang berada di bawah naungan partai berkuasa.
Advertisement
Sejumlah laporan menyebut, aparat menggunakan gas air mata dan peluru karet saat mencoba mengendalikan kerumunan massa pada Sabtu 4 Agustus 2018, meskipun polisi menyangkal informasi tersebut.
Seorang dokter dan saksi mata mengatakan jumlah korban luka jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan, lebih dari 100 orang.
"Beberapa dari mereka yang terluka dalam kondisi yang sangat buruk," kata Dokter Abdus Shabbir kepada AFP, seperti dikutip dari BBC News, Minggu (5/8/2018). "Beberapa korban mengalami cedera akibat terjangan peluru karet."
Di samping itu, seorang reporter wanita mengunggah pengakuan di media sosial. Ia mengaku 'dilecehkan' ketika mencoba untuk memfilmkan bentrokan.
Dengan meneriakkan kalimat, "Kami menginginkan keadilan", para pelajar menyerukan penegakan hukum lalu lintas yang lebih ketat. Mereka memblokir persimpangan utama di ibukota selama tujuh hari berturut-turut.
Para siswa bersikukuh tidak akan meninggalkan jalan sampai tuntutan mereka dipenuhi
"Kami tidak akan meninggalkan jalan sampai tuntutan kami terpenuhi. Kami ingin jalan yang aman dan pengemudi yang bertanggungjawab," kata pengunjuk rasa Al Miran.
Sejumlah pelajar dan mahasiswa, di antaranya para remaja berusia 13 tahun terlihat di jalan-jalan yang lumpuh di Dhaka, Bangladesh, memeriksa apakah pengemudi memiliki surat izin yang sah. Mereka juga memastikan bahwa mobil dan bus berada dalam kondisi baik saat melaju di jalan.
Â
Jalanan Maut di Bangladesh
Kementerian Pendidikan meliburkan sementara sekolah-sekolah menengah di seluruh Bangladesh dan berjanji untuk mempertimbangkan tuntutan para demonstran.
"Mereka seharusnya mendengarkan tuntutan kami dengan serius, tetapi mereka tidak," kata Imran Ahmed, seorang mahasiswa yang turut memprotes, kepada kantor berita AFP.
Saiyara Islam Roj (17) mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak pernah terlibat aksi protes sebelumnya.
"Saya bergabung karena saya melihat betapa berbahayanya jalan-jalan di negara kami. Setiap hari perasaan kami was-was dalam menggunakan jalan umum. Kami hanya ingin praktik korupsi dalam proses pembuatan surat izin mengemudi diberantas habis," katanya.
Saifur Rahman (17) mengatakan bahwa di beberapa bagian Dhaka, para siswa menduduki jalan-jalan utama untuk memeriksa satu persatu surat izin mengemudi dan juga merapikan lalu lintas untuk memberikan lewat kendaraan dinas darurat.
Rahman juga mengatakan bahwa beberapa kali polisi dan aparat keamanan lainnya terlibat aksi kekerasan terhadap remaja yang terlibat aksi protes.
Di lain pihak, Shajahan Khan, seorang menteri pemerintah yang memiliki hubungan dengan serikat pekerja, sempat memicu kemarahan atas komentarnya yang kontroversial. Ia menyebut demonstran bersikap munafik, karena tidak bereaksi sama sekali ketika 33 orang tewas dalam kecelakaan bus di India pada Sabtu, 28 Juli 2018. Dia kemudian meminta maaf.
Pada Rabu, 1 Agustus 2018, Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan mengatakan, pemerintah akan meluncurkan kampanye keselamatan transportasi umum.
Sektor transportasi Bangladesh dianggap oleh banyak orang sebagai lahan korup dan berbahaya.
Dijelaskan oleh para peneliti di Komite Nasional Perlindungan Pengiriman, Jalan dan Kereta Api, bahwa lebih dari 4.200 pejalan kaki tewas dalam kecelakaan lalu lintas di Bangladesh selama tahun lalu. Jumlah ini naik sekitar 15 persen dari tahun sebelumnya.
Advertisement