Liputan6.com, Stuttgart - Malam itu, 7 Agustus 1620, seorang perempuan sepuh ditarik paksa dari tempat tidurnya, ditangkap, dan ditahan atas tuduhan sebagai tukang sihir atau penyihir.
Janda berusia 68 tahun tersebut dituduh memberikan ramuan kepada Ursula Reingold, yang justru membuat perempuan itu sakit. Ada lagi yang konon melihat dia membunuh sejumlah hewan bahkan mengubah diri menjadi kucing. Katharina dikenakan total 49 tuduhan mempraktikkan 'seni terlarang'.
Advertisement
Baca Juga
Pada Abad ke-16 dan 17 tuduhan penyihir kerap dilontarkan ke sejumlah perempuan yang bermuara pada eksekusi massal. Namun, yang berbeda dari kasus tersebut adalah, sang ahli herbal, Katharina Kepler adalah ibu dari astronom terkemuka, Johannes Kepler.
Johannes Kepler adalah sosok besar dalam sejarah sains. Salah satu kontribusinya adalah mencetuskan hukum gerakan planet, yang saat ini masih digunakan.
"Dini hari itu, ia (Katharina) diinterogasi oleh Aulber, petugas pengadilan Güglingen, yang didampingi juru tulis untuk merekam pengakuannya," demikian seperti dikutip dari situs Today I Found Out, Senin (6/8/2018),
Aulber berteriak-teriak ke arah tersangka. Ia memaksanya mengaku. Satu demi satu alat-alat penyiksaan ditunjukkan, jarum panjang, besi panas, catut, batang besi bergerigi, gantungan, dan banyak lainnya.
Aulber memaksa Katharina buka mulut, memberikan pengakuan. Kata dia, dengan itu, meski tak bakal selamat dari eksekusi dunia, ia setidaknya 'akan menghadap Tuhan dengan nurani yang bersih'.
Namun, Katharina bergeming. "Lakukan apapun yang Anda mau terhadapku. Bahkan jika Anda menarik satu demi satu pembuluh darahku, aku tak punya apapun untuk diakui."
Katharina dirantai di sel selama 14 bulan. "Ia menjadi subjek ancaman penyiksaan," kata Ulinka Rublack, pengajar sejarah di St John’s College, Cambridge yang meneliti kasus Katharina Kepler seperti dikutip dari The Guardian.
Melihat ibunya diperkarakan, Johannes Kepler pun tak tinggal diam. Sebab, risiko bahaya terpampang nyata. Enam perempuan di kotanya dieksekusi bakar hidup-hidup atas tuduhan sebagai penyihir.
Pada 1620, Johannes Kepler yang namanya tenar sebagai astronom, astrolog, dan matematikawan kemudian memindahkan keluarganya, dari Linz ke Jerman selatan untuk memimpin pembelaan untuk sang ibu.
"Ia mengambil alih persidangan, dengan mengubah hidupnya, memindahkan keluarganya sendiri," tambah Rublack.
Dalam bukunya, The Astronomer And The Witch, Rublack menyebut pembelaan Johannes Kepler sebagai 'rhetorical masterpiece' atau mahakarya retoris -- yang berupaya membantah tuduhan penyakit magis lewat pengetahuan tentang obat-obatan dan juga akal sehat.
"Dia sangat jeli menemukan inkonsistensi (dalam tuduhan) dan membedahnya dengan sangat ilmiah," kata Rublack.
Pembelaannya berhasil. Katharina Kepler dibebaskan pada musim gugur 1621. Namun, perempuan itu meninggal dunia enam bulan kemudian setelah persidangan dinyatakan berakhir.
Rublack mengatakan, hingga saat ini, literatur dalam Bahasa Inggris mengesankan bahwa Katharina Kepler memang seorang penyihir.
Padahal, faktanya tak seperti itu. Rublack telah menelaah dua bundel besar dokumentasi terkait kasusnya. "Jika Anda membaca semuanya, tak ada satupun yang menunjukkan bahwa ia adalah seorang penyihir."
Rublack mengatakan, bukunya berupaya untuk menunjukkan apa yang dialami Johannes Keppler dan keluarganya dalam persidangan yang berlangsung selama enam tahun.
"Johannes Kepler dan ibunya berhasil melalui salah satu tragedi paling epik di zaman perburuan penyihir, namun mereka tetap menjaga semangatnya," kata Rublack. "Sudah saatnya untuk mengevaluasi kembali tentang bagaimana keduanya digambarkan selama ini."
Â
Saksikan video terkait sihir berikut ini:
Misteri Ledakan Dinamit yang Tewaskan 1.000 Orang
Selain tuduhan sihir terhadap ibu Johannes Kepler, sejumlah peristiwa bersejarah juga terjadi pada tanggal 7 Agustus.
Pada 1820, kentang pertama ditanam di Hawaii. Sementara pada 1904 kereta api anjlok dari rel di Eden, Colorado di tengah banjir bandang yang terjadi. Musibah tersebut menewaskan 96 orang.
Sementara, pada 7 Agustus 1956, tujuh truk amunisi militer meledak di Cali, Kolombia, menewaskan lebih dari 1.000 orang dan melukai ribuan lainnya. Penyebab ledakan masih misterius.
Hari sebelumnya, 20 truk penuh dinamit berangkat dari kota Buenaventura. Truk-truk berhenti di Cali. Sebanyak 13 truk kemudian menuju Bogota, ibu kota Kolombia.
Tujuh lainnya, yang akan menuju sejumlah kota, diparkir di pusat kota Cali semalaman.
Tepat setelah tengah malam, ketujuh truk tiba-tiba meledak dalam reaksi berantai yang cepat.
Sebuah stasiun kereta api di dekatnya hancur, pun barak tentara. Lima ratus tentara di barak tewas dalam sekejap.
Wilayah tiga blok di kota padat penduduk itu rusak parah. Hampir setiap jendela dalam radius beberapa mil hancur.
Truk-truk pengangkut dinamit lenyap. Kawah besar muncul di lokasi di mana mereka sebelumnya berada.
Sementara itu, pintu perunggu berat Katedral St. Paul copot dan terlontar hingga 10 blok jauhnya.
Presiden Kolombia, Jenderal Gustavo Pinilla, secara terbuka menuduh bahwa teroris harus disalahkan atas bencana itu. Namun, tidak ada bukti yang pernah ditemukan bahwa ledakan itu disengaja.
Advertisement