Liputan6.com, Nusa Dua - Pebisnis asal Australia mengimbau pelaku usaha dari puluhan negara bahwa perusahaan yang bersih dari praktik perbudakan modern memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Hal itu disampaikan oleh Chairman Fortescue Metals Group, Andrew Forrest saat menyampaikan pidato pembukaan Bali Process Business Forum 2018 di Nusa Dua Bali, Senin 6 Agustus 2018.
Bercermin pada pengalamannya bertahun-tahun sebagai aktor bisnis di sektor bijih besi, Forrest berpesan kepada hampir sekitar 45 pebisnis mancanegara yang hadir dalam forum tersebut, "Kita harus sadar dan mengakui bahwa perbudakan modern terjadi dalam rantai pasokan kita," jelasnya (6/8/2018).
Advertisement
"Bisnis di penjuru dunia memiliki barang atau komoditas dengan total nilai US$ 570 miliar di mana benda-benda itu berisiko diproduksi menggunakan mekanisme perbudakan modern," tambahnya.
Oleh karenanya, Forrest mengatakan, "Perlu digarisbawahi bahwa perusahan yang bersih dari praktik dan mekanisme perbudakan modern justru berpotensi memiliki pertmbuhan ekonomi dan keuntungan yang jauh lebih tinggi."
Baca Juga
Pebisnis dari Indonesia, Australia, dan puluhan negara di penjuru dunia, pada Senin 6 Agustus 2018, berkumpul dalam sebuah forum untuk membahas upaya pengentasan perdagangan orang, perbudakan modern, serta sejumlah isu turunannya.
Perhelatan Bali Process Business Forum 2018, menghadirkan dua tamu kunci yang bertindak sebagai co-chair dan moderator diskusi, yakni, President Commissioner Emtek, Eddy Kusnadi Sariaatmadja dari Indonesia dan Chairman Fortescue Metals Group, Andrew Forrest.
Turut hadir bersama mereka adalah hampir sekitar 45 pebisnis mancanegara, yang bertindak sebagai peserta forum dan diskusi.
"Ini merupakan pertemuan yang spesial, membahas isu penting yang menyentuh dan berpengaruh bagi martabat hampir 10 juta orang, yakni: isu perdagangan orang, penyelundupan manusia, perbudakan modern atau kontemporer, sistem kerja paksa, dan pekerja anak," kata Eddy Sariaatmadja saat menyampaikan pidato pembuka dan memaparkan garis besar forum, Senin (6/8/2018).
Pada gilirannya, Forrest menjelaskan bahwa para pebisnis memiliki peranan penting, karena, "Kita adalah salah satu alat yang paling kuat untuk memberantas fenomena perdagangan orang dan perbudakan modern di dunia (dalam ruang lingkup bisnis dan pengusaha)," ujarnya menyampaikan pernyataan pembuka tentang isu perbudakan modern.
"Bayangkan apa yang terjadi jika kita, para pebisnis dunia, bekerja sama dan bahu-membahu untuk menghentikan itu semua," jelasnya.
Â
Simak video pilihan berikut:
Â
Â
Sesi Bisnis dan Pemerintah
Menurut informasi yang dihimpun Liputan6.com, Bali Process akan terbagi menjadi dua sesi, yakni Government Forum setingkat menteri dan Business Forum.
Hari pertama, 6 Agustus, merupakan sesi diskusi bisnis forum, di mana Eddy Sariaatmadja dan Andrew Forrest bersama-sama akan menyampaikan pidato kunci dan menjadi co-chair diskusi.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop bersama-sama menjadi co-chair mewakili unsur pemerintah dalam Bali Process Government Forum.
Sementara hari kedua, pada 7 Agustus 2018, merupakan sesi puncak Bali Process Official Government and Business Forum, Menlu Retno dan Menlu Bishop akan menyampaikan pidato pembuka mewakili pemerintah Indonesia dan Australia.
Dalam kesempatan itu, Eddy Sariaatmadja akan memaparkan tentang pencapaian Bali Process tahun lalu hingga tahun ini, sedangkan Andrew Forest akan menyampaikan AAA Recommendations Bali Process.
Bali Process terbentuk sejak 2002. Sejak tahun tersebut, forum ini telah berbicara dan melakukan banyak hal demi mengatasi kasus tindak pidana perdagangan orang, perbudakan moderen dan juga irregular movement person.
Berbeda dengan tahun-tahun setelahnya, Bali Process yang diselenggarakan di Perth pada tahun 2017 untuk kali pertamanya menggandeng pelaku bisnis.
Sejak inagurasinya di Perth, Australia pada 24-25 Agustus 2017, Bali Process Government and Business Forum telah menjadi wadah konsultasi bagi puluhan pejabat pemerintah dan pebisnis dari puluhan negara untuk mengentaskan isu perdagangan dan penyelundupan manusia, serta perbudakan modern.
Meski dikritik berbagai pihak karena sifatnya yang informal dan tidak mengikat, bagaimanapun, pemerintah Indonesia menganggap bahwa Bali Process tetap memberikan hasil positif dalam mengeradikasi isu perdagangan manusia dan perbudakan modern dalam tataran global.
Terlebih lagi, mengingat sifatnya yang 'informal dan tidak mengikat' justru "memberikan kesempatan bagi negara peserta untuk mengadopsi dan mengimplementasi hasil luaran Bali Process secara fleksibel, sesuai dengan kebutuhan domestik dan regional masing-masing," demikian seperti dikutip dari Bali Process Ad Hoc Group Country Report.
Advertisement