Liputan6.com, Nusa Dua - Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop telah tiba di Nusa Dua, Bali, tempat terselenggaranya Bali Process Government and Business Forum 2018 pada 6-7 Agustus 2018 --yang membahas upaya pemerintah dan pengusaha dalam mengentas isu perdagangan orang dan perbudakan modern.
Sehari sebelum Bali Process Government Forum yang dilaksanakan pada 7 Agustus 2018, Menlu Bishop menyempatkan hadir dalam sesi ramah-tamah Bali Process Business Forum yang terselenggara pada 6 Agustus 2018.
Berdasarkan pantauan Liputan6.com (6/8/2018), terlihat Bishop berbincang akrab dengan sejumlah delegasi Bali Process Business Forum, seperti Andrew Forrest, Chairman Fortescue Metals Group, yang hadir sebagai salah satu pembicara kunci forum antar pengusaha dunia tersebut --bersama President Commissioner Emtek Eddy Kusnadi Sariaatmadja.
Advertisement
Baca Juga
Tampak pula Bishop berbincang bersama Menteri Luar Negeri Papua Nugini, Rimbink Pato yang turut hadir dalam sesi ramah tamah Bali Process Business Forum 2018.
Menurut jadwal, Menlu Australia Julie Bishop bersama Menlu RI Retno Marsudi --keduanya mewakili unsur pemerintah Australia dan Indonesia-- beserta Eddy Kusnadi Sariaatmadja dan Andrew Forrest yang mewakili unsur bisnis, akan bersama-sama menyampaikan pernyataan dalam sesi puncak Bali Process Government and Business Forum 2018 pada Selasa 7 Agustus.
Simak video pilihan berikut:
Isu Perbudakan Modern dan Ekonomi
Sementara itu, para pebisnis asal Australia mengimbau pelaku usaha dari puluhan negara bahwa perusahaan yang bersih dari praktik perbudakan modern memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Hal itu disampaikan oleh Chairman Fortescue Metals Group, Andrew Forrest saat menyampaikan pidato pembuka Bali Process Business Forum 2018 di Nusa Dua Bali, Senin 6 Agustus 2018.
Bercermin pada pengalamannya bertahun-tahun sebagai aktor bisnis di sektor bijih besi, Forrest berpesan kepada hampir sekitar 45 pebisnis mancanegara yang hadir dalam forum tersebut, "Kita harus sadar dan mengakui bahwa perbudakan modern terjadi dalam rantai pasokan kita," jelasnya.
"Bisnis di penjuru dunia memiliki barang atau komoditas dengan total nilai US$ 570 miliar di mana benda-benda itu berisiko diproduksi menggunakan mekanisme perbudakan modern," tambahnya.
Oleh karenanya, Forrest mengatakan, "Perlu digarisbawahi bahwa perusahan yang bersih dari praktik dan mekanisme perbudakan modern justru berpotensi memiliki pertumbuhan ekonomi dan keuntungan yang jauh lebih tinggi."
Advertisement