Sukses

Bertemu Perwakilan Myanmar, Menlu Retno Bicarakan Perkembangan Rohingya

Dalam pertemuan di Jakarta, Menlu RI Retno Marsudi banyak bertukar pikiran dengan NSA Myanmar tentang perkembangan isu Rohingya di negara bagian Rakhine.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan hasil pertemuannya dengan National Security Adviser (NSA) Myanmar, U Thaung Tun, pada hari ini, Rabu (8/8/2018) di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta.

Keduanya membahas kerja sama bilateral dan perkembangan di negara bagian Rakhine, juga kaitannya dengan Rohingya. Retno mengatakan kepada U Thaung Tun bahwa dirinya meminta informasi terbaru mengenai perkembangan di negara bagian tersebut.

"Bagaimana kita dapat membantu penyelesaian di sana. Kami sampaikan perlunya 'keterbukaan' agar Myanmar bisa mendapatkan kepercayaan dari negara lain," papar Retno Marsudi, Rabu (8/8/2018) di gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta.

Dia menggarisbawahi bahwa masyarakat yang tinggal di negara bagian Rakhine, Myanmar, amat beragam dan tidak berasal dari satu komunitas saja. Untuk itu, perlu dibangun sebuah perbincangan lintas agama agar warga di sana dapat membanguun kepercayaan antar etnis.

Sedangkan Indonesia sudah pernah membantu menyelenggarakan interfaith dialogue di negara bagian Rakhine sebanyak dua kali.

"Pada tingkat masyarakat harus dibangun trust satu sama lain. Masyarakat yang tinggal di Rakhine State tidak hanya berasal dari satu latar belakang etnis. Mereka sangat beragam. Karena itu pada level masyarakat pun harus dibangun trust melalui interfaith dialogue," Retno Marsudi menuturkan.

Mantan duta besar Indonesia untuk Belanda ini juga menyebut, pemerintah Myanmar --melalui NSA U Thaung Tun-- ingin Indonesia tetap berperan aktif dalam membantu proses perdamaian di negara bagian Rakhine, terutama yang terkait dengan isu Rohingya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

2 dari 2 halaman

Kontribusi Indonesia di Myanmar

Selain interfaith dialogue, Myanmar meminta agar Indonesia dapat memberi bantuan yang bersifat "investasi".

"Karena kegiatan ekonomi di Rakhine State akan menjamin sustainability masyarakat yang tinggal di sana. Jadi, pada saat kita ingin berkontribusi terhadap penyelesaian isu di Myanmar, kita juga harus melihat kondisi di sana seperti apa," tandasnya.

"Kita juga berkontribusi dalam bidang kesehatan, karena jika basic needs itu tidak dipenuhi, pada saat repatriasi terjadi, maka kehidupan mereka (penduduk di Rakhine State) tidak akan tejamin. Tidak jelas mau ngapain."

Indonesia sedang membangun rumah sakit di Myaung Bwe Village, Mrauk U Township, negara bagian Rakhine, Myanmar. Kini pembangunannya sudah hampir jadi.

Pembangunan rumah sakit tersebut melibatkan pekerja lokal dengan beragam latar belakang agama, agar hubungan antar penganut agama di Rakhine State bisa harmonis, dengan terbangunnya rasa saling percaya di tingkat komunal.

Rumah sakit Indonesia di Rakhine merupakan salah satu wujud bantuan kemanusiaan Indonesia. Pembangunannya dibiayai oleh masyarakat Indonesia, PMI, komunitas Muslim dan Buddha, serta sektor swasta dan Pemerintah Indonesia.

Pembangunan rumah sakit Indonesia tersebut menghabiskan dana sekitar US$ 1,8 juta (setara Rp 25,9 miliar), dan melibatkan tenaga kontraktor lokal. Bahan bangunan yang digunakan juga dibeli dari daerah sekitar Myanmar untuk menggerakkan ekonomi setempat. Rumah Sakit itu nantinya akan membuka layanan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sebelumnya, Indonesia juga telah menyampaikan bantuan US$ 1 juta untuk pembangunan empat sekolah pada tahun 2014, 10 kontainer bantuan kebutuhan dasar pada Desember 2016 dan pembangunan dua sekolah di Sittwe yang telah diresmikan Menlu Retno Marsudi pada Januari 2017.