Liputan6.com, Ankara - Mata uang Turki Lira mengalami kemerosotan paling besar dalam satu dasawarsa setelah presiden Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat akan menaikkan tarif atas impor baja dan aluminium dari negara itu.
Trump mengumumkan hal itu dalam sebuah cuitan hari Jumat (10/8). "Hubungan kami dengan Turki tidak baik saat ini!," kata Trump, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggua (12/8/2018).
Hubungan kedua negara tegang sejak lama, karena Amerika Serikatt mendesak Turki untuk membebaskan pendeta Andrew Brunson, yang dikenai tahanan rumah dan menghadapi tuduhan melakukan kegiatan teroris di Turki.
Advertisement
Baca Juga
Gedung Putih menepiskan tuduhan-tuduhan itu sebagai hal yang tidak berdasar dan menuduh Turki menjadikan Brunson sebagai sandera. Turki berencana mengadili pendeta asal AS itu.
Masalah pendeta Brunson itu mengakibatkan ambruknya nilai mata uang Turki karena para investor takut Amerika Serikat akan menjalankan sanksi-sanksi ekonomi.
Selama seminggu terakhir, mata uang lira mengalami tekanan kuat, dan ini dipergawat oleh gagalnya pembicaraan diplomatik di Washington minggu ini.
Kesabaran Amerika Serikat menghadapi Turki agaknya telah berakhir, kata para pengamat.
"Kebanyakan pemain politik di Washington beranggapan bahwa menawarkan hadiah dan kompromi kepada Turki tidak akan berhasil, karena itu kini perlu dilakukan tindakan tegas," kata analis politik Atilla Yesilada dari Global Source Partners.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Nilai Lira Anjlok 40 Persen
Nilai Lira jatuh 15 persen, sehingga sejak permulaan tahun ini, nilai itu telah anjlok 40 persen.
Presiden Turki berpidato di depan para pendukungnya di kota Bayburt.
"Kita tidak akan kalah dalam perang ekonomi ini," kata Erdogan hari Jumat. “Turki akan melawan para teroris ekonomi seperti kami melawan komplotan kudeta dua tahun yang lalu," tegasnya.
Presiden Turki itu menuduh negara-negara Barat berusaha menggulingkannya dengan menciptakan krisis keuangan, kendati telah gagal dalam melancarkan kudeta tahun 2016 itu.
"Sejumlah negara telah bertindak keliru dengan melindungi para pelaksana kudeta itu, dan hubungan kami dengan negara-negara seperti ini telah mencapai tahapan yang tidak bisa diselamatkan lagi," tambah Erdogan.
Advertisement