Liputan6.com, Washington DC - Badan antariksa milik Amerika Serikat, NASA, dilaporkan sempat menunda misinya untuk mengirim satelit lebih dekat ke Matahari.
Sebelumnya, The Parker Solar Probe direncanakan akan meluncur dari Cape Canaveral, Florida pada Sabtu 11 Agustus, tetapi investigasi pada menit-menit terakhir telah membuatnya ditunda hingga 24 jam, atau waktu yang belum ditentukan setelahnya.
Tapi kini, dilaporkan dari BBC pada Minggu (12/8/2018), misi terkait kembali dijadwalkan untuk meluncur pada Minggu pagi, dengan menggunakan roket Delta-IV Heavy mammoth.
Advertisement
Roket Delta akan melemparkan wahana terkait ke dalam atmosfer pusat Tata Surya, di mana sebelumnya diharapkan mampu melewati Venus, enam minggu setelah keluar dari atmosfer Bumi, dan mencapai Matahari sekitar empat bulan sejak peluncurannya.
Baca Juga
The Parker Solar Probe dirancang untuk menjadi obyek buatan manusia yang paling cepat bergerak ke Matahari, di mana hal itu merupakan pertama kali dalam sejarah.
Wahana tersebut juga dirancang untuk bisa menembus lapisan atmosfer terluar Matahari, atau korona. Data-data yang dikirimkannya nanti disebut mampu bantu pecahkan misteri tentang perilaku Matahari, di mana asumsinya saat ini mampu bertahan di dalam suhu sekitar 1.000 derajat Celsius.
Selama tujuh tahun, wahana Parker akan membuat 24 putaran di sekitar Matahari untuk mempelajari fisik korona, tempat di mana banyak aktivitas penting yang mempengaruhi Bumi tampaknya berasal.
Probe akan masuk ke dalam atmosfer yang renggang ini demi mengambil sampel, dengan hanya berjarak sekitar 6,16 juta kilometer dari "permukaan" Matahari yang memanggang.
"Saya menyadari bahwa mungkin tidak terdengar sedekat itu, tetapi bayangkan Matahari dan Bumi terpisah satu meter. Parker Solar Probe hanya berjarak 4 sentimeter dari Matahari," jelas Dr Nicky Fox, ilmuwan proyek asal Inggris yang berafiliasi dengan Laboratorium Fisika Terapan Johns Hopkins.
"Wahana kami juga akan menjadi obyek buatan manusia tercepat, mengelilingi Matahari dengan kecepatan hingga 690.000 kilometer per jam, atau sepert dari New York ke Tokyo dalam waktu kurang dari satu menit!" jelasnya kepada BBC News.
Simak video pilihan berikut:
Bantu Meramalkan Badai Matahari
Misi ini dinilai penting karena Parker akan membantu manusia untuk lebih memahami cara kerja Matahari.
Bintang tersebut terus-menerus membombardir Bumi dengan partikel bermuatan medan magnet. Aliran abadi ini, atau "angin surya", bertanggung jawab dalam menghasilkan cahaya aurora yang indah yang muncul di langit kutub, tetapi ada beberapa interaksi yang memicu efek yang jauh lebih meresahkan.
Ledakan terbesar dari Matahari akan menggetarkan medan magnet Bumi. Dalam prosesnya, komunikasi dapat terganggu, satelit bisa offline dalam jangka waktu tertentu, dan jaringan listrik rentan terhadap lonjakan kejut yang membahayakan.
Para ilmuwan mencoba meramalkan "badai" ini, dan Parker menjanjikan informasi baru dan berharga untuk membantu mereka melakukan itu.
Ramalan tersebut didasarkan pada pengamatan korona, yang telah lama dianggap sebagai tempat unik sekaligus luar baisa. Konon, suhu di lapisan ini lebih panas dari permukaan Matahari. Bahkan selisih perbedaannya bisa mencapai jutaan derajat Celsius.
Mekanisme yang menghasilkan pemanasan super ini tidak sepenuhnya dipahami. Demikian pula, korona adalah tempat di mana angin matahari mendapat dorongan besar, menyapu seluruh Tata Surya dengan kecepatan 500 kilometer per detik.
Diluncurkannya proyek Parker bertujuan untuk memecahkan teka-teki tersebut, dengan cara mengambil langsung sampel medan partikel, magnetik dan listrik korona.
Advertisement