Sukses

Tak Ingin Merugi Jutaan Dolar, Presiden Venezuela Akan Naikkan Harga BBM Bersubsidi

Presiden Venezuela Nicolas Maduro berencana menaikkan harga BBM bersubsisi dalam waktu dekat, sebagai tanggapan atas isu penyelundupan bahan bakar tersebut.

Liputan6.com, Caracas - Menghadapi isu penyelundupan yang menyebabkan kerugian jutaan dolar AS, Presiden Venezuela Nicolas Maduro berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat.

"Bensin harus dijual dengan harga internasional untuk menghentikan penyelundupan ke Kolombia dan Karibia," kata Nicolás Maduro dalam pidato di televisi.

Dikutip dari BBC pada Selasa (14/8/2018), Venezuela mengikuti pola negara kaya minyak pada umumnya, yakni menawarkan harga BBM bersubsidi besar kepada penduduknya. Hal ini dimanfaatkan oleh penyelundup untuk menimbun dan menjual kembali BBM dengan harga tinggi ke negara-negara terdekat.

Saat ini, ekonomi Venezuela tengah jatuh bebas, dengan tingkat inflasi diperkirakan mencapai satu juta persen hingga akhir 2018, namun harga minyak hampir tidak berubah.

Media lokal melaporkan bahwa secangkir kopi berharga sekitar 2,2 juta bolivar (sekitar Rp 255 ribu). Untuk harga yang sama, seseorang bisa mengisi sebuah SUV kecil dengan bensin hampir 9.000 kali.

Menurut beberapa analis, langkah membatasi subsidi bahan bakar adalah bagian dari rencana yang lebih luas untuk meningkatkan pendapatan pemerintah.

Presiden Maduro mengatakan "subsidi langsung" masih akan diberikan kepada warga dengan kartu identitas negara, jika mereka mendaftarkan mobil mereka dalam sensus pemerintah, tetapi dia tidak menjelaskan bagaimana skema itu akan bekerja.

Namun di lain pihak, banyak rakyat Venezuela yang menentang pemerintahan Maduro menolak menggunakan kartu identitas.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Simak video pilihan berikut; 

 

2 dari 2 halaman

Akibat Salah Kelola?

Sejak lama, Venezuela dikenal kaya akan minyak, dan saat diyakini sebagai pemilik cadangan emas hitam terbesar di dunia.

Namun, banyak analis menilai bahwa salah kelola menjadi akar dari masalah ekonomi yang membelit Venezuela saat ini. Tambang minyak negara itu menyumbang sekitar 95 persen dari total pendapatan ekspornya.

Hal di atas berarti bahwa ketika harga minyak tinggi, banyak uang mengalir ke pundi-pundi pemerintah Venezuela. Ketika Presiden Sosialis Hugo Chavez berkuasa, mulai Februari 1999 hingga kematiannya pada Maret 2013, ia menggunakan sebagian dari uang itu untuk membiayai program sosial yang murah, guna mengurangi ketidaksetaraan dan kemiskinan.

Tapi ketika harga minyak turun tajam pada tahun 2014, pemerintah tiba-tiba dihadapkan dengan lubang keuangan yang menganga dan harus mengurangi beberapa program sosial yang paling populer.

Hiperinflasi telah didorong oleh keinginan pemerintah untuk mencetak uang ekstra dan kesiapannya untuk secara teratur meningkatkan upah minimum, dalam upaya untuk mendapatkan kembali sebagian popularitasnya di mata kelompok miskin Venezuela.

Pemerintah juga disebut terus berjuang untuk mendapatkan kredit, setelah gagal pada beberapa obligasi pemerintahnya.

Dengan kreditor yang cenderung tidak mau mengambil risiko berinvestasi di Venezuela, pemerintah sekali lagi mengambil lebih banyak mencetak uang, di mana hal tersebut kian melemahkan nilainya dan memicu inflasi yang lebih besar.