Sukses

Mesir Undang Berbagai Faksi Politik Palestina, Bahas Israel dan Perdamaian Fatah-Hamas

Perwakilan dari berbagai faksi politik Palestina di Jalur Gaza bertolak ke Mesir untuk melaksanakan pembicaraan soal Israel dan perdamaian Fatah-Hamas.

Liputan6.com, Kairo - Perwakilan dari berbagai faksi Palestina di Jalur Gaza bertolak ke Kairo pada Selasa 14 Agustus 2018. Mereka hendak melaksanakan pembicaraan bersama para pejabat intelijen Mesir tentang kemungkinan mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel dan mengakhiri pergulatan kekuasaan antara Hamas-Fatah.

Kunjungan itu bertepatan dengan berbagai laporan yang belum terkonfirmasi di kalangan media Arab bahwa faksi Palestina di Gaza dan Israel hampir mencapai perjanjian gencatan senjata jangka panjang di bawah naungan Mesir dan PBB.

Perwakilan faksi diundang oleh otoritas Mesir dalam bagian upaya berkelanjutan Kairo guna meredam konfrontasi militer antara Hamas dengan Israel, serta membujuk Hamas dan Fatah untuk menyetujui pembentukan pemerintahan Palestina yang bersatu. Demikian seperti dikutip dari The Jerusalem Post, Rabu (15/8/2018).

Selain Hamas --yang merupakan penguasa de facto Jalur Gaza-- sejumlah faksi yang turut bertolak ke Kairo antara lain: Palestinian Islamic Jihad, the Popular Resistance Committees of Palestine, al-Ahrar, al-Mujahideen, Popular Front for the Liberation of Palestine, dan Democratic Front for the Liberation of Palestine. Kebanyakan dari mereka, merupakan organisasi perjuangan kemerdekaan Palestina yang berbasis di Gaza.

Dialog Fatah dan Mesir

Sementara itu, sepekan sebelum dialog di Kairo mulai, sebuah delegasi Fatah yang dipimpin oleh Azzam al-Ahmad turut mengadakan pembicaraan bersama di Kairo bersama dengan para mediator Mesir.

Fatah adalah faksi politik utama dalam Palestinian Liberation Organization (PLO) yang mengendalikan Palestinian Authority (PA) --pemerintahan de facto Negara Palestina (State of Palestine) yang berkedudukan di Ramallah, Tepi Barat (West Bank).

Dalam dialog pekan lalu, Fatah dan Mesir membahas tentang gencatan senjata yang diusulkan oleh Israel, serta perselisihan yang sedang berlangsung antara Negeri Bintang David dengan Hamas di Jalur Gaza. Tidak jelas apakah para pejabat Fatah akan berpartisipasi dalam diskusi baru.

Penasihat Kepresidenan Negara Palestina Mahmoud al-Habbash --yang terafiliasi dengan PLO-- mengapresiasi langkah Mesir yang telah bertindak sebagai mediator.

"Kami mendukung pihak Mesir dalam mengembalikan Gaza sepenuhnya kepada (Negara) Palestina," jelas Al Habbash dalam sela kunjungannya ke Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Kendati demikian, Habbash menjelaskan bahwa dialog terkait gencatan senjata Hamas-Israel yang tengah diupayakan oleh Hamas dengan berbagai pihak --termasuk Israel dan Mesir-- seharusnya "Dilakukan di bawah dan selaras dalam koridor keorganisasian PLO, selaku representasi dari warga Negara Palestina."

"Akan lebih baik bagi Hamas jika bisa membantu warga Palestina, termasuk yang berada di Gaza, dengan sepenuh hati bekerjasama dengan PLO, ketimbang Hamas melakukannya secara independen (tanpa PLO). Hal itu, justru merusak kesatuan seluruh warga Palestina," tambah Habbash.

Di sisi lain, para pemimpin Hamas telah memberitahu Mesir bahwa perjanjian gencatan senjata dengan Israel harus diambil oleh semua faksi Palestina, dan tidak hanya Hamas, ujar sejumlah sumber seperti dikutip dari The Jerusalem Post.

Hal yang sama berlaku untuk upaya mengakhiri keretakan Hamas-Fatah, kata sumber-sumber itu, seraya menambahkan bahwa Hamas tidak ingin dilihat sebagai perusak kesepakatan dengan Israel atau Fatah.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Gencatan Senjata Hamas dengan Israel Jadi Tujuan Utama?

Pejabat senior Hamas Izzat al-Risheq, pada Selasa lalu mengatakan, diskusi di Kairo terutama difokuskan pada upaya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.

Faksi Palestina juga mengadakan konsultasi dengan satu sama lain dan dengan pejabat intelijen Mesir tentang cara untuk mencapai "rekonsiliasi nasional" antara Hamas dan Fatah, kata Risheq.

Husam Badran, pejabat senior Hamas lainnya, mengatakan kelompoknya siap untuk mengakhiri perselisihannya dengan Fatah berdasarkan perjanjian rekonsiliasi 2011 yang ditandatangani antara kedua pihak.

Badran mengacu pada perjanjian Hamas-Fatah yang ditandatangani di Kairo pada 3 Mei 2011, di mana kedua belah pihak sepakat untuk membentuk pemerintahan konsensus nasional. Kesepakatan itu juga menyerukan diadakannya pemilihan presiden dan parlemen jangka panjang dalam satu tahun.

Namun, Hamas dan Fatah gagal melaksanakan perjanjian itu dan yang serupa yang ditandatangani di Kairo pada Oktober 2017.

Kedua pihak yang bersaing terus saling melontarkan tuduhan kepada satu sama lain atas kegagalan perjanjian-perjanjian tersebut.

Fatah mengatakan, penolakan Hamas untuk menyerahkan kendali atas Jalur Gaza ke PA yang berbasis di Ramallah tetap menjadi kendala utama yang menghambat pelaksanaan perjanjian.

Di sisi lain, Hamas, telah menuduh pemerintah PA gagal untuk mengangkat sanksi ekonomi yang diberlakukan di Jalur Gaza tahun lalu.