Liputan6.com, Jakarta - Ide Pemkot Paris menempatkan tempat buang air kecil (BAK) ramah lingkungan di jalan-jalan kota tersebut tak disambut gembira oleh warganya.
Seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (16/8/2018), salah satu tempat BAK atau "urinoirs" yang berwarna merah ditempatkan di Ile Saint-Louis. Berlokasi tidak jauh dari Katedral Notre Dame dan menghadap kapal-kapal turis yang lalu-lalang di Sungai Seine, tempat BAK ini memicu kekesalan.
Warga Paris sudah melayangkan protes ke balai kota untuk meminta tempat BAK itu disingkirkan. Mereka juga merencanakan membuat petisi untuk menuntut toilet terbuka itu dihilangkan.
Advertisement
"Tidak perlu menempatkan sesuatu yang kurang sopan dan jelek di tempat bersejarah," kata Paola Pellizzari, 68 tahun, pemilik toko barang seni Venesia.
"Tempat itu (BAK) ditempatkan di samping rumah bandar paling indah di pulau ini, Hotel de Lauzun, tempat tinggal Baudelaire," imbuhnya, merujuk pada penyair tersohor Prancis pada Abad ke-19.
Dia juga khawatir tempat BAK, yang ditempatkan 20 meter dari sekolah dasar, akan "memicu eksibisionis."
Nama tempat BAK itu, "Uritrottoir", merupakan kombinasi kata tempat BAK dan trotoar dalam bahasa Prancis. Menurut perancangnya, perangkat itu menawarkan solusi ramah lingkungan karena bisa mengatasi masalah orang-orang yang masih buang air kecil sembarangan.
Perangkat itu berbentuk seperti kotak pos dengan bagian depan terbuka dan dihiasi bunga-bungaan yang berisi jerami. Jerami ini nantinya bisa diubah menjadi kompos untuk digunakan di taman-taman.
Wali Kota Ariel Weil, bersikeras bahwa perangkat itu sangat diperlukan. Pemkot Paris sudah menempatkan empat tempat BAK itu di lokasi-lokasi yang mengalami masalah "buang air sembarangan". Sedangkan perangkat kelima sedang direncanakan.
"Bila kami tidak melakukan sesuatu, orang-orang tersebut akan buang air seenak jidat di jalan-jalan," tegasnya. "Kalau memang sangat mengganggu, kami akan mencari lokasi lain."
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Prancis Mengharamkan Ponsel Pintar di Sekolah
Sebelumnya, aturan yang juga menuai kontroversi adalah larangan anak-anak di Prancis menggunakan ponsel di sekolah.
Smartphone atau ponsel pintar mereka harus ditinggalkan di rumah atau dimatikan ketika dibawa ke sekolah. Larangan tersebut akan mulai diterapkan pada September mendatang.
Pembatasan penggunaan smartphone serta perangkat pintar yang terhubung ke internet, seperti tablet, berlaku untuk anak-anak sekolah antara usia 3 dan 15 tahun.
"Kami tahu hari ini bahwa ada fenomena kecanduan gadget, fenomena penggunaan ponsel yang buruk ... Peran utama kami adalah melindungi anak-anak dan remaja. Ini adalah peran mendasar dari pendidikan, dan undang-undang ini memungkinkan," kata Menteri Pendidikan Jean-Michel Blanquer di saluran berita Prancis BFMTV yang dikutip dari CNN, Rabu 1 Agustus 2018.
Aturan mengharamkan ponsel pintar di sekolah itu dianggap memenuhi salah satu janji kampanye Presiden Emmanuel Macron yang disahkan oleh anggota parlemen pada Senin 30 Juli. Melewati 62 suara melawan satu perolehan, didukung oleh pendukung sang pemimpin.
Sementara beberapa anggota parlemen dari sayap kanan dan kiri abstain, mengklaim bahwa undang-undang itu tak akan banyak memberikan perubahan.
Sekolah menengah Prancis, atau lycées, dengan siswa berusia lebih dari 15 tahun lebih, diperbolehkan tak menerapkan aturan larangan ponsel pintar tersebut.
"Ini bukan hukum Abad ke-21 di mata kami, tetapi hukum dari era saluran berita dan debat biner," kata Alexis Corbière, deputi dari partai Prancis sayap kiri France Insoumise (France Unbowed) yang juga seorang mantan guru.
"Kenyataannya, larangan itu telah dibuat," tambahnya, mengacu pada undang-undang 2010. "Saya tidak tahu ada seorang guru di negara ini memungkinkan penggunaan telepon di kelas."
Sebuah undang-undang yang disetujui pada tahun 2010 melarang penggunaan ponsel pintar "selama semua kegiatan mengajar." Undang-undang baru ini membuat pengecualian untuk siswa cacat, selama kegiatan ekstrakurikuler dan untuk "penggunaan pedagogi" atau kegiatan belajar-mengajar.
Advertisement