Sukses

Koalisi Arab Saudi Pakai Bom Buatan AS Saat Ledakkan Bus Berisi Anak-Anak di Yaman?

Serangan udara yang dilancarkan Arab Saudi pada 9 Agustus 2018 meledakkan sebuah bus berisi anak-anak sekolah yang baru pulang piknik.

Liputan6.com, Sanaa - Serangan udara yang dilancarkan koalisi Arab Saudi atas wilayah Yaman yang diduduki pemberontak Houthi makan korban jiwa dari kalangan sipil. Bom yang dijatuhkan meledakkan sebuah bus berisi anak-anak sekolah yang baru pulang piknik di wilayah Dahyan.

Bom yang dipakai dalam serangan tersebut diduga kuat adalah buatan Amerika Serikat, yang dijual sebagai bagian dari kesepakatan senjata yang disetujui Departemen Luar Negeri AS dengan Arab Saudi, demikian menurut sejumlah ahli amunisi kepada CNN.

Bekerja sama dengan sejumlah jurnalis di Yaman dan beberapa ahli amunisi, investigasi CNN menemukan bahwa senjata yang menyebabkan puluhan anak tewas dalam serangan udara pada 9 Agustus 2018 adalah bom MK 82 yang dipandu laser, seberat 500 pon atau 227 kilogram buatan Lockheed Martin, salah satu kontraktor pertahanan utama AS.

Bom tersebut mirip dengan sejata yang memicu kerusakan luar biasa dalam serangan di balai pemakaman di Yaman pada Oktober 2016 di mana 155 orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Kala itu, koalisi Arab Saudi menyalahkan 'informasi salah' dan mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Sebelumnya, pada Maret 2016, serangan di sebuah pasar di Yaman dilaporkan menggunakan bom MK 84. Sebanyak 97 orang tewas saat itu.

Pasca-serangan tersebut, mantan Presiden AS Barack Obama melarang penjualan teknologi militer dengan panduan presisi ke Arab Saudi terkait kekhawatiran soal isu hak asasi manusia.

Larangan tersebut dicabut pemerintahan Donald Trump pada Maret 2017 oleh Menlu saat itu, Rex Tillerson.

Seperti dikutip dari CNN, Sabtu (18/8/2018), ketika koalisi yang dipimpin Arab Saudi menginvestigasi serangan ke bus sekolah, tanda tanya besar muncul, apakah AS harus bertanggung jawab secara moral atas hal tersebut.

AS sejauh ini belum menyatakan dukungan atas koalisi Arab Saudi yang sedang memerangi pemberontah Houthi di Yaman.

Namun, dukungan secara tak langsung diwujudkan lewat kesepakatan bernilai miliaran dolar dalam perdagangan senjata, pengisian bahan bakar pesawat tempur Saudi, dan pemberian sejumlah data intelijen.

"Yang saya bisa sampaikan adalah kami membantu mereka merencanakan apa yang kami sebut, jenis penargetan," kata Menteri Pertahanan AS, James Mattis. "Kami tidak melakukan penargetan dinamis (dynamic targeting) untuk mereka."

Serangan terakhir, yang meledakkan sebuah bus sekolah berisi anak-anak, membuat warga di Saada terguncang.

Pemakaman massal yang disiapkan untuk para korban serangan udara di Yaman (AFP)

Zeid Al Homran mengunjungi kuburan tempat kedua putranya dimakamkan setiap hari. Kali itu ia mengajak putranya yang lain, yang usianya masih lima tahun.

Ia mengisahkan apa yang terjadi saat kabar duka itu sampai di telinga orangtua para murid.

"Saya berteriak marah, para ibu menangis meraung-raung dan menjatuhkan tubuh mereka ke tanah," kata Zeid pada CNN. "Orang-orang meneriakkan nama anak-anak mereka. Aku mencoba menenangkan para perempuan bahwa kabar tersebut belum tentu benar. Namun, seorang pria berlari ke arah kerumunan, berteriak bahwa sebuah pesawat meledakkan bus yang berisi para bocah."

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Saksikan video terkait Yaman berikut ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pecahan Bom di Lokasi Ledakan

Dampak serangan bom ke bus berisi anak-anak sekolah sungguh mengerikan. Dari 51 korban jiwa, 40 lainnya adalah anak-anak.

Menteri Kesehatan yang berafiliasi ke Houthi, Taha al-Mutawakil mengatakan, dari 79 orang yang luka-luka, 56 di antaranya adalah para bocah.

Saksi mata mengungkapkan, serangan udara ditargetkan di tengah pasar yang sedang sibuk.

"Aku melihat bom mengenai bus itu," kata salah satu saksi mata kepada CNN. "Bom juga meledak di antara toko-toko dan jasad-jasad terlempar ke sisi lain bangunan. Kami menemukan jasad-jasad manusia bertebaran di mana-mana, pun dengan potongan kepala manusia di kawah bom."

Sejumlah jasad termutilasi, yang memungkinkan proses identifikasi sulit dilakukan.

Buku-buku sekolah bertebaran, pun dengan logam-logam yang melengkung akibat momentum ledakan maupun panas intens.

Pecahan bom ditemukan di lokasi pemboman. Sejumlah ahli membenarkan bahwa angka-angka yang tertera di sana mengidentifikasi Lockheed Martin sebagai pembuatnya. Telaah lebih lanjut mengungkapkan, jenis bom yang dipakai adalah MK 82.

Saat dimintai komentarnya terkait temuan bukti tersebut, juru bicara koalisi, Kolonel Turki al-Maliki mengatakan, "Pemerintah Yaman yang terpilih secara demokratis dipaksa mengungsi akibat pemberontakan yang didukung Iran oleh minoritas milisi Houthi."

"Koalisi di Yaman mendapat dukungan dari Dewan Keamanan PBB untuk memulihkan pemerintah yang sah. Koalisi ini, yang beroperasi sesuai dengan aturan kemanusiaan, mengambil semua langkah praktis untuk meminimalkan korban sipil. Setiap korban sipil adalah tragedi."

Arab Saudi menyangkal penargetan warga sipil dan membela insiden itu sebagai "operasi militer yang sah" dan menjadi balasan atas serangan rudal balistik Houthi dari hari sebelumnya.

Puing pesawat tanpa awak (drone) Ababil buatan Iran milik pemberontak Houthi saat gelar rilis di Abu Dhabi, (19/6). Drone itu membawa perangkat peledak ketika terbang di atas wilayah al-Nukhaila di distrik al-Duraihimi. (AFP PHOTO / Karim Sahib)

Sementara itu, seorang juru bicara Pentagon, Letnan Komandan Rebecca Rebarich, menolak untuk mengonfirmasi asalnya bom tersebut.

"AS telah bekerja dengan koalisi yang dipimpin Saudi untuk membantu mereka memperbaiki prosedur dan mekanisme pengawasan untuk mengurangi korban sipil," kata dia.

Sementara PBB penyelidikan terpisah terhadap serangan yang menyebabkan kematian di pihak sipil tersebut, yang menjadi salah satu insiden paling mematikan sejak perang di Yaman bergolak pada awal 2015.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.